Menantu Pahlawan Negara

Bab 505



Bab 505 Ini Bukan Abu Tuan Delvin

“Abu putraku hanya dititipkan di sini selama dua tahun. Kenapa biaya perawatannya sampai mencapai

empat miliar?”

“Ya, benar, biaya perawatan ini terlalu mahal!”

Mendengar sekali membuka mulut, wanita itu langsung meminta empat miliar, Robin dan Selvi merasa

kesal sekaligus panik.

“Oh? Kalian merasa kemahalan?”

“Kalau merasa kemahalan, kalian jangan menitipkannya di sini. Lebih hemat uang kalau kalian langsung © NôvelDrama.Org - All rights reserved.

membuang abunya saja!”

Siapa sangka, wanita itu langsung melontarkan kata–kata tajam seperti itu kepada mereka.

Kata–kata tajam itu membuat ekspresi Robin dan Selvi berubah menjadi sangat muram saking kesalnya.

2

“Sebaiknya kamu jaga mulutmu baik–baik!” kata Ardika yang berdiri di samping orang tua Delvin dengan

dingin.

Wanita itu memelototi Ardika, lalu tertawa dingin. Sangat jelas bahwa dia sama sekali tidak takut pada

Ardika.

“Bukan aku yang meminta biaya perawatan sebanyak itu.”

Wanita itu memberi penjelasan dengan nada malas. “Atasan kami mengatakan bahwa Delvin ini

pembawa sial.”

“Kalau sampai keluarga lain yang menitipkan abu anggota keluarga mereka tahu abunya dititipkan di

sini, mereka pasti nggak akan terima.”

“Atasan kami yang bersikeras nggak memedulikan pandangan orang lain dan membiarkan kalian

menitipkan abunya di sini. Jadi, biaya perawatannya adalah dua miliar setahun!”

‘Delvin pembawa sial? Omong kosong apa yang dibicarakannya ini?!‘

Saking kesalnya, sekujur tubuh Robin sampai sudah gemetaran. “Putraku adalah orang baik–baik,

kenapa kalian menyebutnya pembawa sial?!”

“Kenapa kami menyebutnya pembawa sial? Hehe. Kalau begitu, tanyakan saja pada putra kalian itu

sendiri.”

Wanita itu tertawa dingin dan berkata, “Dua tahun yang lalu, nama Delvin terkenal di seluruh Kota

Banyuli. Dia nggak tahu balas budi, berselingkuh, mencampakkan istri dan anaknya! Dia sudah menjadi

bahan omongan semua orang di Kota Banyuli!”

“Jadi, tentu saja abunya pembawa sial. Kami terpaksa harus meletakkan kotak abunya di tempat yang

terpisah. Kami nggak berani menempatkan kotak abunya dengan kotak abu orang lain.”

Saat ini, wajah Robin sudah tampak merah padam. Saking kesalnya, dada Selvi juga sudah tampak naik

turun.

Kalau membiarkan wanita itu melontarkan kata–kata tajam seperti itu lagi, dua lansia itu pasti akan

terkena serangan jantung.

Sambil memapah Robin, Ardika berkata dengan dingin, “Kalau kamu berani mengucapkan sepatah kata

lagi, percaya atau nggak aku juga akan membuatmu menjadi abu!”

Suara dinginnya seakan bisa menusuk ke dalam jiwa seseorang.

Wanita itu merasa sedikit ketakutan. Dia berhenti berbicara, lalu mendengus dan berkata, “Intinya, atasan rumah duka kami sudah mengatakan bahwa kalau kalian nggak membayar biaya perawatan

sebesar empat miliar, jangan harap kalian bisa membawa abunya pergi.”

Ardika mengerutkan keningnya.

Pihak rumah duka jelas–jelas sedang memeras mereka.

Dengan kepribadiannya, tentu saja dia tidak bersedia tunduk pada orang lain seperti ini.

Namun, tepat pada saat ini, Arini yang dari tadi terus memapah Selvi tiba–tiba berkata, “Nggak masalah. Empat miliar, ya empat miliar. Aku akan menuliskan cek sekarang juga, kalian pergi ambil abunya.”

Sambil berbicara, dia sudah menuliskan sebuah cek dan menyodorkannya kepada petugas itu.

“Benarkah?”

Wanita itu melirik Arini dengan sorot mata tidak percaya. Kemudian, dia membawa cek tersebut masuk ke dalam dan meminta petugas keuangan untuk melihat keaslian cek tersebut.

Melihat Ardika kurang senang atas tindakannya, Arini memberi penjelasan dengan suara rendah. “Kotak abu ada di tangan mereka. Kalau mereka melakukan sesuatu terhadap kotak abu Delvin, biarpun hanya menggantinya dengan kotak abu orang lain, kita juga nggak akan bisa mengetahuinya.”

“Jadi, sebaiknya kita mengambil abu Delvin terlebih dahulu.”

*IS BCAUS

Ucapan Arini cukup masuk akal.

Ardika hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.

“Kalian tunggu di sini sebentar. Aku sudah meminta orang untuk mengambilkan abunya,”

Tak lama kemudian, wanita itu berjalan keluar. Dengan mempertimbangkan uang yang sudah diperolehnya, sikapnya pada Ardika dan yang lainnya berubah menjadi sedikit baik.

Mengingat ucapan Arini tadi, Ardika tidak berani memercayai petugas rumah duka ini begitu saja.

Dia menoleh dan memberikan isyarat mata kepada salah satu anggota Pasukan Khusus Serigala yang

ikut datang bersama mereka.

Prajurit itu hanya menganggukkan kepalanya dalam diam.

Saat wanita itu tidak memperhatikannya, dia langsung menyelinap masuk ke dalam.

Beberapa saat kemudian, petugas rumah duka lainnya berjalan keluar dengan membawa sebuah kotak

abu.

“Ini adalah abu Delvin, kalian periksa terlebih dahulu. Kalau nggak ada masalah lagi, tanda tangan di sini.

Kotak abu itu tersegel dengan baik dan berlabel.

“Apa ini kotak abu Delvin?” tanya Ardika pada Robin dan Selvi.

Robin berkata dengan senang, “Ya, nggak salah lagi, ini adalah kotak abu yang kami pilih secara khusus

untuk Delvin!”

Selvi juga menganggukkan kepalanya.

Tepat pada saat dua lansia itu hendak tanda tangan, prajurit Pasukan Khusus Serigala yang menyelinap masuk tadi tiba–tiba berjalan keluar dari arah belakang petugas itu dengan ekspresi marah. 1

“Ini bukan abu Tuan Delvin!” (2


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.