Menantu Pahlawan Negara

Bab 506



Bab 506 Bertindak Keterlaluan

Begitu mendengar ucapan prajurit itu, Robin yang bersiap untuk tanda tangan menghentikan pergerakan tangannya, lalu mendongak dengan terkejut.

Suasana di tempat itu juga berubah menjadi hening seketika.

Sementara itu, setelah tertegun sejenak, petugas pria dan wanita itu tertegun sejenak. Kilatan terkejut sekaligus panik melintas di mata mereka.

Kemudian, mereka berteriak dengan marah, “Dasar sialan! Siapa kamu?! Apa dengan kamu mengatakan abu itu bukan abu Delvin, maka itu bukan abu Delvin?!”

“Orang bodoh mana yang membiarkanmu menyelinap masuk?! Dasar sampah! Cepat pergi dari sini sejauh mungkin!”

Prajurit itu adalah orang yang sopan dan jujur. Mendengar dirinya dimaki

seperti itu, wajah dan telinganya langsung memerah. Dia hendak melontarkan kata–kata untuk membela diri.

Tepat pada saat ini, Ardika berkata padanya, “Tenang dulu. Coba kamu beri tahu aku apa yang terjadi.”

”Tuan, Tuan lihat saja sendiri!”

Prajurit itu tidak bisa berkata–kata lagi, dia langsung menyodorkan ponsel dalam genggamannya kepada Ardika. ConTEent bel0ngs to Nôv(e)lD/rama(.)Org .

Ardika mengambil ponsel itu dan memutar video yang baru direkam oleh prajurit itu.

Hanya melihat video itu selama beberapa saat saja, ekspresi Ardika sudah berubah menjadi muram, pembuluh–pembuluh darah di keningnya juga tampak menonjol!

Bisa dibayangkan seberapa besar amarahnya saat ini!

“Ardika, apa isi dalam ponsel itu?”

Robin dan Selvi ingin melihat, tetapi Ardika tidak tega memperlihatkan video itu kepada mereka.

Namun, prajurit yang jujur itu langsung berkata dengan marah, “Aku diam- diam mengikuti mereka dan menyelinap masuk ke dalam tempat penitipan abu mereka. Saat aku mengeluarkan kotak abu Tuan Delvin, kota kabu itu jelas–jelas kosong!”

*15 BONUS

“Lalu, mereka memasukkan bubuk nggak jelas ke dalam kotak abu Tuan Delvin. Mereka bahkan sambil meludah dan memaki Tuan Delvin!”

“Kamu

Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam?!”

Setelah prajurit itu selesai berbicara, petugas pria rumah duka itu langsung menunjuknya dengan ekspresi ketakutan.

Semua prajurit pasukan khusus sudah ahli dalam hal pengintaian.

Bagi seorang prajurit Pasukan Khusus Serigala, menyelinap masuk ke dalam tempat penitipan abu sebuah rumah duka adalah hal yang sangat mudah.

Namun, ucapan petugas pria itu sama saja dengan mengakui bahwa ucapan prajurit itu benar.

“Astaga!”

Tiba–tiba, Selvi berteriak dengan sedih. Namun, sesaat kemudian teriakan wanita itu berhenti.

Ternyata dia sudah tidak sadarkan diri.

Untung saja, dari tadi Arini memapahnya dengan baik. Kalau tidak, dia pasti sudah terjatuh ke lantai.

Ardika segera meminta Arini untuk membaringkan Selvi dalam posisi rata di lantai. Kemudian, dia berjongkok dan mencoba untuk melancarkan peredaran darah wanita itu.

Di sisi lain, Robin langsung menerjang ke arah dua petugas itu.

Dengan sepasang mata merah, dia berteriak dengan marah, “Dasar bajingan! Kenapa kalian melakukan hal seperti ini?! Kenapa kalian memperlakukan putraku seperti ini?!”

“Lepaskan aku! Kamu yang layak disebut bajingan! Dasar bajingan tua! Cepat lepaskan aku!”

Sambil menarik Robin menjauh darinya, wanita itu berteriak dengan marah, Apa hubungannya denganku?! Bukan aku yang meludah ke abu putramu!”

Petugas pria itu juga berteriak dengan marah, “Apa hubungannya denganku?! Kotak abu itu memang kosong!” Selain itu, dia juga ingin menendang Robin, tetapi dihentikan oleh prajurit itu.

Setelah tertegun sejenak, Robin baru melepaskan dua orang itu.

“Brak!”

Tiba–tiba, dia berlutut di lantai, Sambil bersujud, dia berteriak dengan terisak, Kalau begitu, di mana abu putraku?! Di mana abu putraku?! Kalian bawa ke mana abu putraku?!”

“Dasar tua bangka! Apa kamu nggak pernah bersekolah? Abu putramu sudah diletakkan terlalu lama di dalam kotak. Mungkin saja sudah menguap.”

“Apa gunanya kamu bertanya padaku?!” teriak wanita itu dengan kesal.

“Kalau begitu, bagaimana kalau aku membuatmu menjadi abu, lalu menyegelnya di dalam kotak. Mari kita lihat apakah dalam waktu dua tahun, abumu akan menguap atau nggak!”

Tepat pada saat ini, tiba–tiba Ardika berdiri dengan memapah Selvi.

Selvi masih dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Namun, Ardika sengaja membiarkannya tetap tertidur.

Kalau lansia itu sadar kembali dan menyaksikan pemandangan seperti ini, dia hanya akan pingsan lagi.

Wanita itu menyilangkan kedua lengannya di depan dada dan berkata dengan nada provokatif seakan–akan tidak takut pada Ardika, “Haha! Dasar sampah! Coba saja kamu sentuh aku kalau berani!”

“Bam!”

Ardika langsung menendang wanita arogan itu sampai terpental keluar. Tubuh gemuk wanita itu langsung menabrak permukaan tanah dan terseret sejauh beberapa meter.

Saat wanita itu mendongak dari tanah sambil merintih kesakitan, wajahnya gemuknya sudah tergores hingga tak berbentuk, seperti sosok hantu yang ganas!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.