Menantu Pahlawan Negara

Bab 504



Bab 504 Rumah Duka Kota Banyuli

Sebelumnya, biofarmasi adalah salah satu bisnis inti Grup Bintang Darma.

Elsy berencana untuk memulai mengembangkan perusahaan melalui bisnis yang satu ini, mencari kesempatan untuk merebut pasar tiga keluarga besar.

“Oke, perencanaan yang sangat bagus, hanya perlu mengawasi pelaksanaannya dengan baik saja. Kalau ada masalah yang nggak bisa kamu selesaikan, cari aku saja.”

Setelah mendengar laporan dari Elsy, Ardika juga merasa lega.

Elsy adalah seorang wanita hebat.

Kala itu, dia juga merupakan salah satu anggota lama sekaligus perintis Grup Bintang Darma.

Kemampuannya dalam berbisnis tidak perlu diragukan lagi.

Dengan melibatkan wanita itu dalam pengelolaan Grup Bintang Darma, Ardika yakin tidak lama lagi Grup Bintang Darma akan berkembang pesat dan sejaya dua tahun yang lalu. C0pyright © 2024 Nôv)(elDrama.Org.

Setelah mendapat pengakuan dari Ardika, Elsy sangat senang. Setelah duduk–duduk sebentar, dia

bergegas kembali ke Grup Bintang Darma untuk bekerja lagi.

“Sejak Elsy kembali ke Grup Bintang Darma, dia terlihat jelas lebih lelah dibandingkan dulu. Melihatnya bekerja secara ekstrem seperti itu, kami sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatannya.”

Ya, Robin dan Selvi sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatan Elsy.

Walaupun Elsy sudah bukan merupakan menantu mereka, tetapi mereka sudah menganggap Elsy

sebagai putri mereka sendiri.

“Sekarang dia sudah menemukan tujuan hidupnya dan sedang giat mengejar tujuannya. Ini adalah hal

yang bagus.”

Berbeda dengan orang tua Delvin, Ardika senang melihat Elsy bersemangat kerja seperti itu.

Paling tidak, Elsy yang sekarang sudah merasa bahagia.

Sesaat kemudian, tiba–tiba Robin menemui Ardika dan mengatakan ingin mendiskusikan suatu hal

dengannya.

“Ada apa?”

Robin berkata, “Kami berencana membawa abu Delvin pulang dan memilih sebuah makam untuk

menguburnya.”

“Delvin belum dikubur?”

Ardika sangat terkejut. Dia baru mengetahui hal ini.

Awalnya, begitu mendengar kejadian yang menimpa Delvin, dia ingin pergi ke makam Delvin untuk memberi penghormatan kepada sahabatnya itu.

Namun, mengingat sebelum memberikan pengaturan yang baik untuk keluarga Delvin, dia merasa malu

untuk mengunjungi sahabatnya itu.

Karena itulah, hingga saat ini dia masih belum mengunjungi makam sahabatnya.

“Belum. Saat itu, setelah Delvin dikremasi, kami berencana mengeluarkan uang terakhir yang kami miliki untuk membelikan makam dan menguburkan Delvin.”

Robin menghela napas dan berkata, “Tapi, kami sudah mengunjungi beberapa lokasi makam di sekitar sini, tapi mereka menolak untuk menjual makam kepada kami.”

Sambil menyeka air matanya, Selvi berkata, “Selain itu, ada preman yang mengancam kami dengan mengatakan bahwa kalau kami berani menguburkan Delvin, mereka akan merusak makam Delvin….”

Karena itulah, hingga saat ini abu Delvin masih berada di rumah duka!

Seseorang yang sudah meninggal bahkan tidak bisa memiliki sebuah tempat peristirahatan yang tenang.

Sebenarnya ada dendam dan kebencian seperti apa, sampai–sampai setelah mati pun Delvin tidak bisa

dikubur?!

Kilatan dingin melintas di mata Ardika.

Saking dinginnya aura yang terpancar dari tubuh pria itu, Arini yang berdiri di sampingnya sampai

merinding.

Dia tahu, sekarang Ardika sedang marah besar!

“Kini, dua tahun sudah berlalu. Badai masalah saat itu juga sudah berlalu.”

Selvi berkata, “Ditambah lagi, berkat kamu kehidupan keluarga kami sudah membaik. Aku dan Robin sepakat untuk mengeluarkan sedikit uang, memilihkan sebuah makam untuk Delvin agar dia bisa

dikubur.”

Dalam lubuk hati orang–orang generasi tua ini setelah seseorang meninggal makam adalah tempat

peristirahatan terakhirnya.

*Ayah, Ibu, di mana abu Delvin?” tanya Ardika.

“Di Rumah Duka Kota Banyuli.”

Ardika menganggukkan kepalanya dan berkata, “Kalau begitu, hari ini kita pergi ke sana untuk membawa

pulang abu Delvin.”

Tanpa perlu diperintah, Arini sudah berinisiatif membawa mobil

Livy ditinggal di rumah dan dijaga oleh Melia yang selama ini menjadi pelayan di vila ini. Selain itu, dua orang anggota Pasukan Khusus Serigala yang sudah pensiun juga ditinggal di vila dan bertugas untuk

mengawasi.

Dua anggota Pasukan Khusus Serigala lainnya mengendarai sebuah mobil dan mengikuti Ardika dan yang lainnya berangkat ke rumah duka.

Saat itu, Delvin dikremasi di krematorium.

Lalu, karena Keluarga Darma tidak bisa menemukan makam untuk menguburkan Delvin, maka mereka mengantar abu Delvin ke sebuah tempat khusus menitipkan abu di Rumah Duka Kota Banyuli.

“Halo, dua tahun yang lalu, kami menitipkan abu Delvin di sini. Sekarang, kami datang untuk

mengambilnya.”

Robin mengeluarkan bukti penitipan, lalu menyodorkannya kepada petugas rumah duka.

“Tunggu saja di luar,”

Petugas itu adalah seorang wanita yang berusia tiga puluhan tahun.

Mungkin karena pekerjaannya, ekspresi wajahnya terlihat seperti ekspresi orang yang sudah meninggal.

Sambil menggigit kuaci, dia mengambil bukti penitipan itu dengan kesal. Setelah melontarkan satu kalimat itu dengan dingin, dia baru mengambil bukti penitipan itu untuk memeriksa riwayat penitipan. 2

Tak lama kemudian, wanita itu berjalan keluar, lalu berkata dengan nada malas, “Kalian datang untuk mengambil abu Delvin, ya? Serahkan dulu empat miliar biaya perawatan!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.