Bab 440
Bab 440 Ada Pengkhianat
“Pembunuh yang kamu maksud adalah Billy atau pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian?” tanya Ardika tanpa menoleh ke belakang.
Ucapan yang keluar dari mulut Ardika membuat Titus tercengang.
Dia berkata dengan terkejut. “Maksudmu ada pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian?”
“Kemarin aku sempat meminum teh bersama Alden dan mengingatkannya dia sudah keracunan.”
Ardika berkata dengan acuh tak acuh, “Ada sejenis racun kuno, la terdiri dari komposisi racun dan penyebab racun kumat. Komposisi racun ini bisa bertahan di dalam tubuh orang yang keracunan selama tiga tahun atau paling singkat setengah tahun. Ia akan menggerogoti saraf dan pembuluh darah orang yang keracunan. Tapi, selain tubuh melemah perlahan–lahan, nggak akan ada pengaruh yang berlebihan.”
“Begitu komposisi racun dan penyebab racun kumat bentrok, orang yang keracunan akan langsung mati.
Jadi, tidak diketahui sebenarnya kapan Alden terkena racun kuno itu.
Kapan orang yang terkena racun kuno itu mati, hanya orang yang keracunan itu sendiri yang bisa menghitungnya.
*Sebelum Alden mati, hanya orang yang paling dekat dan orang kepercayaannya yang bisa
mendekatinya dan membuatnya berinteraksi dengan penyebab racunnya kumat. Kalau begitu, orang
yang bisa melakukannya hanyalah pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian.”NôvelDrama.Org exclusive content.
Setelah Ardika selesai berbicara, sorot mata membunuh sudah tampak jelas di mata Titus.
“Aku akan mencari pengkhianat ini dan membalaskan dendam Kak Alden!”
Selesai berbicara, dia langsung melompat menuruni tembok, lalu menghilang di kegelapan malam.
Sementara itu, Ardika mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Sigit.
“Suruh orang bereskan mayat–mayat di sini.”
Tak lama kemudian, mayat–mayat yang ada di kedua sisi tembok sudah dibereskan.
Sigit secara pribadi yang datang membawa anggotanya untuk membereskan mayat Vincent.
Saat pandangannya tertuju pada luka di leher Vincent, luka seperti itu paling banyak ditemuinya dalam kasus pembunuhan. Hal itu membuatnya tersentak.
“Nggak salah lagi Titus adalah sosok ganas yang berkuasa atas Kota Banyuli dua puluh tahun yang lalu!*
Namun, melihat Ardika yang mampu membuat Titus berinisiatif maju tanpa turun tangan, dia merasa
sosok Ardika jauh lebih hebat lagi!
Dengan tatapan penuh hormat, Sigit berjalan menghampiri Ardika dan bertanya, “Tuan Ardika, apa yang harus kami lakukan pada mayat Vincent?”
Alih–alih menjawab pertanyaannya, Ardika melontarkan pertanyaan lain. “Bagaimana perkembangan
penyelidikan pengkhlanat dalam Grup Lautan Berlian?”
Sebenarnya, dia sudah lama meminta Sigit untuk menyelidiki tentang pengkhianat dalam Grup Lautan. Berlian.
Kantor polisi pusat langsung mengerahkan anggota mereka ke Grup Lautan Berlian, lalu mengambil alih kekuasaan atas kamera pengawasan, serta menahan asisten Alden dan yang lainnya.
mi belum memperoleh petunjuk apa pun. Kamera pengawasan Grup Lautan Berlian juga sudah dirusak oleh orang lain. Hingga saat ini, kami masih menyelidiki orang–orang yang kemungkinan adalah
pelakunya,” kata Sigit dengan malu.
Dia merasa sangat malu karena telah membiarkan Ardika dituduh sebagai pembunuh Alden begitu lama.
“Maal sudah merepotkanmu sepanjang sore inl.”
Mendengar ucapan Sigit, Ardika malah melambaikan tangannya dengan penuh perhatian.
Dia melirik mayat Vincent yang tergeletak di hamparan rumput itu, lalu berkata, “Kalau begitu, nggak perlu repot–repot lagi. Beli sebuah peti ini dan masukkan mayatnya ke dalam, lalu kirimkan kepada Billy, minta dia untuk menyerahkan pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian. Kalau nggak, orang yang selanjutnya akan mati adalah dia!”
Karena penyelidikan menemui jalan buntu, maka gunakan cara keras dan sederhana ini saja.
Awalnya, Ardika memang hanya ingin mengawasi dalam diam. Dia ingin melihat apakah ada kekuatan tingkatan lebih tinggi yang sedang mengincarnya.
Contohnya adalah dua keluarganya.
Jadi, dia tidak terburu–buru untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Namun, begitu mendengar tentang pengumuman perceraian Luna, dia menjadi ingin segera
membersihkan namanya.
“Baik,” kata Sigit sambil menganggukkan kepalanya.
Namun, Ardika malah menggelengkan kepalanya dan berkata, “Lupakan saja. Bagaimanapun juga, kamu adalah ketua kantor polisi pusat, nggak pantas kalau kamu yang melakukan hal seperti ini. Aku akan meminta orang lain untuk melakukannya.”
Selesai berbicara, dia segera menelepon Jesika dan meminta Jesika menghubungi Romi dan Jinto
untuk mengantar peti mati.
Begitu mendengar Ardika dituduh dan dikurung di dalam pusat penahanan, Romi dan Jinto sudah panik setengah mati.
Tentu saja mereka bukan mengkhawatirkan Ardika.
Mereka tahu dengan identitas Ardika, pria itu pasti akan baik–baik saja.
Hanya saja, mereka sudah tidak sabar ingin menunjukkan kesetiaan mereka.
Begitu mendengar tugas dari Jesika, mereka berdua segera berangkat ke pusat penahanan Kota Banyuli untuk membawa mayat Vincent.