Bab 423
Bab 423 Kematian Alden
Di belakang Tina, ada sekelompok besar orang.
Orang–orang ini memancarkan aura yang sangat kuat dan menakutkan.
Hanya dengan sekali pandang saja sudah jelas bahwa orang–orang itu adalah para ahli seni bela diri.
Begitu memasuki ruangan, mereka langsung menatap Ardika dengan tatapan tajam, sorot mata mereka dipenuhi niat membunuh yang kuat.
Dalam sekejap, suasana yang tadinya tenang dan rileks berubah menjadi tegang dan mencekam, membuat Luna dan yang lainnya merasa kesulitan untuk bernapas.
Namun, hal yang membuat mereka makin kesulitan bernapas adalah kata–kata yang keluar dari mulut Tina.
“Tina, apa kamu sedang bercanda? Bagaimana mungkin Ardika membunuh Pak Alden?!”
Kata–kata itu keluar dari mulut Luna secara spontan.
Ardika membunuh Alden?
Hal seperti ini tidak mungkin terjadi!
Dia tidak punya kemampuan seperti itu!
Sementara itu, orang–orang lainnya saling melempar pandangan satu sama lain.
“Brak!”
Tina melemparkan setumpuk foto di atas meja.
Luna mengulurkan lengannya untuk melihat foto–foto itu, tetapi dia tidak mengerti maksud Tina
menunjukkan foto–foto itu pada mereka.
“Foto–foto ini diperoleh dari rekaman kamera pengawasan Gedung Permata.”
Tina berkata dengan dingin, “Pada pukul setengah sebelas, Ardika membawa anggota departemen keamanan untuk memeriksa keamanan Gedung Permata sesuai jadwal. Sepanjang proses pemeriksaan, dia sempat pergi ke lantai di mana ruangan ayahku terletak seorang diri. Biasanya, ayahnya selalu berada di sana seorang diri untuk menikmati tehnya sambil membaca buku. Dia nggak suka diganggu oleh orang lain.”
“Nggak lama kemudian, Ardika menuruni tangga dengan panik dan langsung meninggalkan Gedung
Permata!”
“Beberapa saat kemudian, asisten ayahku naik ke lantai atas untuk membangunkan ayahku seperti biasa untuk menjalankan jadwal sore. Tapi, dia mendapati ayahku sudah berbaring di kursi malas tanpa
bergerak. Setelah memanggil beberapa kali ayahku tetap tidak bergerak, dia langsung memanggil ambulans. Saat stat medis tiba, mereka mendapa
Mata Tina tampak memerah, dia menatap Ardika dengan tatapan tajam.
Tangannya yang sedang menggenggam golok tampak bergelar dengan kencang, seolah–olah menunjukkan dia akan menebas leher Ardika dengan golok itu kapan sajal
“Ayahku sudah nggak bernapas lagi, ayahku sudah mati!”
“Ngung … nhung
Begitu mendengar informasi mengejutkan itu, Luna sekeluarga merasakan kepala mereka seakan– akan berdengung.
Alden sudah mati!
Ardika terseret dalam hal ini dan dituduh sebagai pembunuh Alden!
Tentu saja Ardika tidak akan diam saja dituduh seperti ini.
Dia berkata dengan dingin, “Tina, hanya dengan beberapa lembar foto saja kamu menuduhku membunuh Alden? Di mana otakmu?!”
“Benar, Tina! Ardika nggak punya alasan untuk membunuh Pak Alden!”
Luna juga buru–buru membela Ardika.
Tina berkata dengan dingin, “Coba kamu lihat foto–foto lainnya.”
Luna melihat foto–foto yang tersisa dan mendapati foto–foto itu menunjukkan Tina dan Ardika sedang
berdiri bersama.
Kalau dilihat dari ekspresi dan gerak–gerik mereka, Tina terlihat seperti sedang menegur Ardika.
“Pagi ini aku mendapatinya terlambat datang bekerja, jadi aku menegurnya beberapa patah kata. Memang, harus kuakui kata–kata yang kuucapkan memang kurang enak didengar. Contohnya seperti, kalau bukan karena bantuanku, dia nggak akan bisa bekerja di Grup Lautan Berlian, ayahku juga nggak akan mempromosikannya sebagai manajer departemen keamanan. Mungkin karena hal ini, dia memendam kebencian pada kami,” kata Tina dengan dingin.
“Ardika, ternyata kamu bisa bekerja di Grup Lautan Berlian berkat bantuan Tina!”
Desi langsung memelototi Ardika dengan marah.
Dia mengira Ardika bisa bekerja di Grup Lautan Berlian dengan mengandalkan kemampuannya sendiri.
Ardika tidak menanggapi Desi. Dia berkata, “Tina, aku ulangi sekali lagi. Aku pergi ke lantai ruang kerja Alden hanya untuk memeriksa keamanan di sana!”
Mendengar ucapan Ardika, Tina tertawa dingin.
#15 BONUS
“Ardika, di saat seperti ini kamu masih berani membela diri! Sebagal seorang manajer departement keamanan, apa kamu nggak tahu nggak ada seorang pun yang boleh menginjakkan kaki ke lantai ruang kerja ayahku tanpa izin darinya? Bahkan aku dan Edrik Juga nggak boleh!”
Kemarin Ardika diundang oleh Alden untuk meminum teh bersama di ruangan Alden.
Dia benar–benar tidak tahu ada peraturan seperti itu di Grup Lautan Berlian.
Namun, Tina tidak memberinya kesempatan untuk berbicara, melainkan malah mendesaknya untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. “Selain itu, kenapa kamu berlari keluar dari Gedung Permata dengan panik? Kalau kamu nggak melakukannya, untuk apa kamu tergesa–gesa meninggalkan
Gedung Permata seperti itu?!” Belongs to © n0velDrama.Org.
Begitu mendengar ucapan Tina, semua orang sudah hampir seratus persen yakin bahwa Ardika adalah pelaku pembunuhan Alden!