Bab 422
Bab 422 Tina Tamu Tidak Diundang
Ardika benar–benar tidak bisa berkata–kata. Istri polosnya itu malah membantah pernyataan bahwa dirinya adalah presdir Grup Sentosa Jaya.
Namun, dia tetap tidak berkomentar.
Lagi pula, dia tidak peduli pada pandangan orang lain. Kalau istrinya memang merasa demikian, maka tidak masalah baginya..
Terlebih lagi, terlepas dari dia adalah presdir Grup Sentosa Jaya atau bukan, juga tidak akan memengaruhi hubungannya dengan Luna.
Luna tidak pernah memandang rendah dirinya.
Namun, ucapan Luna ini malah membuat orang lain berpikir banyak.
Rumah sakit jiwa?
Teman satu penyakit?
Sorot mata Xavier terhadap Ardika langsung berubah menjadi aneh. “Bibi Desi, apa yang terjadi? Kenapa Ardika pernah masuk ke rumah sakit jiwa?”
“Ardika berselisih dengan keluarganya, dia dimasukkan ke rumah sakit jiwa secara paksa dan dikurung di rumah sakit jiwa selama beberapa tahun. Sebenarnya, dia sama sekali tidak mengidap penyakit mental. Tapi, kebanyakan orang di Kota Banyuli beranggapan bahwa dia adalah idiot. Hingga sekarang. orang–orang masih mentertawakan kami.”
Ardika yang sekarang sudah berbeda dengan Ardika yang dulu, boleh dibilang masa depan menantunya sudah cerah, jadi Desi juga sudah menjadi jauh lebih percaya diri dan langsung berbicara jujur.
Berbeda seperti sebelumnya, setiap kali orang lain menanyakan tentang hal itu, dia bahkan tidak bisa
mengangkat kepalanya.
Dia tersenyum dan berkata kepada Amanda, “Amanda, menurutmu kalau Ardika benar–benar mengidap gangguan mental, apa Grup Lautan Berlian akan menerimanya bekerja di sana?”
“Selain itu, di hari pertama dia bekerja saja, dia sudah diakui oleh Alden, presdir Grup Lautan Berlian dan mengangkatnya sebagai manajer departemen keamanan, boleh dibilang dia sudah menjadi salah satu
pengelola perusahaan.”
“Mungkin kalian nggak mengenal Grup Lautan Berlian, tapi perusahaan ini adalah perusahaan besar
yang sangat terkenal di Kota Banyuli!”
Awalnya Amanda berpikir kalau Ardika benar–benar menginap gangguan jiwa, dia bisa membujuk kakaknya sekeluarga untuk memisahkan Luna dengan Ardika, lalu menyatukan Luna dengan Xavier,
agar kehidupan keponakannya terjamin.
Namun, begitu mendengar ucapan Desi, dia tahu tetap tidak ada harapan lagi untuk menyatukan
keponakannya dengan Xavier.
Faktanya, Ardika sendiri tidak mengidap gangguan jiwa. Selain itu, Luna sangat menyukainya. Biarpun kalung itu jelas–jelas adalah kalung palsu, keponakannya tetap memakai kalung itu dan
memperlakukan kalung itu seperti harta karun.
Desi, kakaknya juga tampak cukup puas dengan Ardika.
Dia benar–benar tidak tahu harus membantu Xavier dari aspek mana lagi.
Walaupun merasa sedikit kecewa, tetapi sorot mata Xavier terhadap Ardika tidak dipenuhi kekecewaan dan kegagalan seperti tadi lagi.
Bagaimanapun juga, kesenjangan antara Ardika yang sekarang dengan dirinya tidak terlalu besar.
Dia merasa dirinya masih punya kesempatan untuk menaklukkan wanita pujaan hatinya.
Namun, ucapan yang keluar dari mulut Desi selanjutnya benar–benar membuat amarah menyelimuti hati Xavier. This belongs to NôvelDrama.Org: ©.
Mungkin karena suasana sudah tenang dan rileks, Desi berkata pada Amanda, “Amanda, masih ada satul hal yang belum sempat kami sampaikan pada kalian. Sebenarnya, Ardika dan Luna sudah menikah. Kamu sendiri juga tahu situasi keluarga kita, saat itu aku nggak bisa mengabari kalian.”
“Ah? Sudah menikah?”
Setelah mendengar kakaknya mengatakan keponakannya sudah menikah, Amanda benar–benar sudah tidak punya harapan untuk menyatukan Luna dengan Xavier lagi.
Sementara itu, sorot mata Xavier langsung berubah menjadi sedingin es.
Dia melirik Ardika dengan sorot mata tajam dan berusaha keras untuk menekan amarah yang bergejolak dalam hatinya.
Setelah semua makanan dihidangkan, dua keluarga itu makan bersama dengan suasana yang harmonis.
Xavier merasa dirinya adalah orang luar yang terasingkan. Tidak peduli seberapa lezat hidangan di hadapannya, dia sudah kehilangan selera makanny
Tepat pada saat dua keluarga itu sudah selesai makan dan sedang menyesap teh sambil mengobrol di dalam ruang pribadi, tiba–tiba saja….
“Bam!”
Tiba–tiba saja terdengar suara pintu ruang pribadi didobrak!
Pintu langsung terbuka dan menabrak dinding dengan keras.
Sekelompok tamu yang tak diundang menerobos masuk membuat semua orang di dalam ruangan
sangat terkejut.
“Tina, apa yang kamu lakukan?!”
Melihat orang yang memimpin sekelompok orang itu menerobos masuk adalah sahabatnya sendiri, Luna sangat terkejut.
“Tuan Ardika, aku nggak bisa menghentikan Nona Tina!”
Hendy, manajer Hotel Puritama berdiri yang berdiri di paling belakang memberi penjelasan kepada Ardika dengan bulir–bulir keringat dingin bercucuran membasahi tubuhnya.
Ardika melambaikan tangannya, lalu mengalihkan pandangannya ke atah Tina yang sedang menatapnya dengan tatapan membunuh itu. Dia mengerutkan keningnya dan berkata, “Tina, kamu mengganggu kami makan tanpa alasan yang jelas. Kamu harus memberiku sebuah penjelasan.”
Tiba–tiba, Tina berteriak dengan marah, “Ardika, aku juga mau meminta penjelasan darimu!”
Kemudian, wanita itu menghunus sebilah golok dan menancapkannya tepat di hadapan Ardika. Bilah golok yang tajam memancarkan aura dingin yang kuat, ia berada sangat dekat dengan wajah Ardika.
Melihat pemandangan itu, semua orang di ruang pribadi sangat ketakutan, bahkan bulu kuduk mereka
merinding!
Tina menatap Ardika dengan tatapan membunuh dan berkata dengan penuh penekanan pada setiap katanya. “Kenapa kamu membunuh ayahku?!”