Menantu Pahlawan Negara

Bab 523



Bab 523 Apa Kamu Sudah Mengenaliku

“Dasar kakak ipar pecundang! Kalau nggak pandai berbicara, nggak perlu berbicara! Aku akan meminta

Kak Luna untuk bercerai dengannya!”

Awalnya Futari sangat berterima kasih pada Ardika karena telah membantunya berbicara.

Namun, begitu mendengar Ardika meminta 200 miliar untuk segelas anggur, dia menganggap pria itu

sudah menjadikannya sebagai mesin pencetak uang.

Kekecewaan dan kebencian langsung menyelimuti hatinya.

Hanya Simon seorang yang mengerutkan keningnya.

‘Eh? Kenapa suara ini kedengarannya sangat familier?‘

Sebelum dia sempat berbicara, anak buahnya segera mengambil tindakan.

“Sialan! Ternyata masih ada satu orang idiot di sudut ruangan! Apa kamu sudah tuli?! Kamu nggak dengar bos kami memerintahkan semua pria untuk keluar dari ruangan ini?!” 1

Orang yang berbicara tidak lain adalah preman yang dari tadi sudah memainkan pisau.

Sambil melontarkan makian, dia berjalan menuju ke sudut ruangan yang gelap itu.

“Syuuu….”

Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi di sana.

Dengan iringan suara teriakan histeris, tubuh preman itu langsung terpental keluar.

}

Setelah menabrak layar yang tergantung di dinding hingga hancur berkeping–keping; dia baru terjatuh

merosot ke lantai.

Terdapat beberapa luka di tubuhnya!

“Cara memainkan pisau bukan seperti itu.”

Terdengar suara acuh tak acuh seseorang.

Kemudian, terdengar lagi suara “klang“!

Pisau yang tadinya ada dalam genggaman preman itu, kini dilemparkan ke lantai oleh seseorang begitu

saja.

Suasana di dalam ruangan hening sejenak.

Kemudian, amarah semua anak buah Simon langsung meledak.

“Sialan! Berani–beraninya kamu main tangan dengan anggota kami! Semuanya, serang dia!”

Tiba–tiba, Simon berteriak dengan marah, “Diam kalian semua!” Kemudian, dia melemparkan tatapan terkejut ke sudut yang gelap itu dan berkata, “Teman, apa kita saling kenal?”

“Kenal atau nggak kenal kamu hanya perlu berjalan lebih dekat ke sini dan melihat dengan mata kepalamu sendiri. Aku yakin setelah kamu melihat sendiri, kamu juga pasti akan tahu.”

Ardika tetap duduk di sudut ruangan tanpa menunjukkan tanda–tanda ingin berdiri.

“Sialan! Sombong sekali kamu! Kak Simon, jangan beromong kosong lagi dengannya! Bunuh saja bocah

itu!*

Semua anak buah Simon kembali berteriak dengan marah. Mereka tidak terima melihat ada orang yang bersikap arogan seperti itu di hadapan bos mereka.

1

Simon hanya melambaikan tangannya sebagai tanggapan, lalu berjalan ke arah sudut ruangan itu

perlahan–lahan.

Tak lama kemudian, dia langsung mematung di tempat.

Ardika sedang duduk di sofa dengan santai. Dia tersenyum tipis kepada Simon dan berkata, “Apa kamu

sudah mengenaliku?”

“Kenal … sudah kenal” Text © owned by NôvelDrama.Org.

Simon menganggukkan kepalanya dengan kaku, bulir–bulir keringatan dingin sudah bercucuran di

keningnya.

Tiba–tiba, dengan iringan suara “brak“, dia langsung tampak berlutut di hadapan Ardika.

Heboh!

Seketika itu pula, suasana di dalam ruang pribadi langsung heboh!

Tidak hanya anak buah Simon yang tercengang.

Futari juga tercengang.

Frederick juga tercengang.

213

Semua pria dan wanita muda yang tergabung dalam klub penggemar Fiona juga tercengang.

Siapa sangka sosok Simon yang ditakuti oleh penduduk Kota Banyuli malah berlutut di hadapan Ardika!

Bukankah kakak ipar Futari Itu adalah menantu benalu Keluarga Basagita yang dipandang rendah oleh

semua orang?

Semua orang tidak mengerti, Futari sendiri juga tidak mengerti.

Dia hanya menatap Ardika dengan tatapan kosong.

Saat ini, berbagai pertanyaan dan spekulasi melintas dalam benaknya.

Ardika tetap duduk santai di atas sofa. Tanpa melirik Simon yang berada di hadapannya itu sama sekali, dia berkata dengan acuh tak acuh, “Simon, kamu meminta adik sepupuku untuk menemanimu minum-

minum?”

“Tuan Ardika, aku sudah bersalah. Aku nggak tahu dia adalah adik sepupu Tuan. Kalau nggak, biarpun aku dibunuh, aku juga nggak akan berani untuk memintanya menemaniku minum–minum!”

Saking ketakutannya, postur tubuh Simon sudah berubah dari berlutut menjadi bersujud. Dia hanya bisa memberi penjelasan kepada Ardika dengan terbata–bata.

Begitu mendengar kata “Tuan Ardika” keluar dari mulutnya, semua orang di dalam ruang pribadi kembali

terkejut.

Ardika berkata, “Sepertinya hari ini sudah kedua kalinya melakukan kesalahan padaku, bukan? Coba kamu katakan, bagaimana kamu menyelesaikan masalah ini?”

“Tuan Ardika, harap beri aku instruksi!”

Ardika berkata dengan nada muram, “Seluruh aset dan properti di bawah hamamu sudah diserahkan kepada negara. Kalau aku meminta kompensasi uang, kamu juga nggak bisa memberiku uang. Kalau begitu, sekarang hanya satu nyawamu yang tersisa.”.

“Tuan Ardika, kalau Tuan memintaku untuk mati sekarang juga, maka aku akan menyayat leherku sendiri dengan pisau!” kata Simon tanpa ragu.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.