Bab 493
Bab 493 Memberi Peringatan
“Tina?”
Diaco mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang tidak disukainya itu,
Wanita itu selalu saja berlagak pintar dan mempersulit bosnya.
Walaupun bosnya tidak mempermasalahkan hal itu, tetapi dia sudah beberapa kali ingin memberi
pelajaran kepada wanita itu.
Namun, sayang sekali wanita itu memiliki hubungan yang sangat dekat dan dalam dengan Luna.
Tentu saja dia tidak berani menyinggung Luna.
Tina berkata dengan sikap hormat yang tidak berlebihan, “Aku memberi hormat kepada Komandan
Draco. Ya, benar. Aku adalah Tina.”
Walaupun tidak bisa memberi pelajaran kepada Tina secara langsung, Draco tidak bisa menahan diri
untuk melontarkan beberapa patah kata peringatan kepada wanita itu, agar kelak wanita itu tidak bertindak keterlaluan lagi.
*Tina, jangan karena mengandalkan identitasmu sebagai adik sepupu Thomas, kamu bisa memandang
rendah siapa pun.”
“Walau hubunganku dengan Thomas memang cukup baik, kalau kamu berani membuat masalah lagi,All content © N/.ôvel/Dr/ama.Org.
aku juga nggak akan mempertimbangkannya lagi!”
Mendengar ucapan Draco, Tina tertegun sejenak.
Dia tidak mengerti mengapa seperti Draco berprasangka buruk terhadapnya.
Tina mendongak dan mengamati sosok Draco yang berada sangat dekat dengannya ini..
Dia merasa sosok di hadapannya ini sangat familier, tetapi dia tidak ingat di mana dia pernah bertemu dengan tokoh hebat ini.
Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu, saat dia mencari masalah dengan Romi, dia pernah bertemu Draco yang mengikuti Ardika dari belakang.
Hanya saja, saat itu dia bahkan memandang rendah Ardika. Tentu saja dia tidak akan memedulikan dan memperhatikan orang yang mengikuti Ardika dari belakang.
Dia sudah lama melupakan Draco.
Tina hanya mengira sebenarnya Draco adalah orang yang diminta bantuan oleh Thomas, kakak. sepupunya untuk membantunya.
Adapun mengenai mengapa Draco tidak menyukainya, alasannya sederhana saja.
Draco pasti sudah mengetahui sikapnya terhadap Thomas dan sedang mewakili teman baiknya untuk menyampaikan keluhannya.
“Terima kasih atas peringatan Komandan.”
Tina berusaha mengendalikan emosinya dan berpura–pura berkata dengan patuh, “Tapi, ayahku sama sekali nggak bermaksud untuk membohongi Komandan. Aku harap kamu nggak mempermasalahkan hal itu lagi.
“Keputusan nggak ada di tanganmu.”
Tentu saja Draco tahu wanita itu kesal padanya. Dia hanya mendengus dingin. Kemudian, tiba–tiba dia melemparkan sorot mata dingin kepada orang–orang lainnya yang berada di dalam aula besar dan berkata, “Kalian semua keluar dari sini selain Alden!”
Dia sudah melihat sikap lancang orang–orang itu terhadap Ardika sebelumnya, jadi dia bersikap sangat dingin pada mereka.
Semua orang langsung meninggalkan aula besar tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun.
Tina juga tahu Draco tidak akan melepaskan Alden begitu saja. Dia hanya mengerutkan keningnya, lalu meninggalkan aula besar itu dengan langkah tergesa–gesa.
Setelah tiba di luar Gedung Glori, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Thomas.
“Thomas, apa kamu yang memanggil Komandan Draco ke sini?*
Thomas yang berada di markas tim tempur Provinsi Denpapan tercengang.
Mengingat sebelumnya dia meminta bantuan kepada Ardika untuk membantu Tina menyelesaikan masalah yang dihadapinya, dia yakin Ardika yang mengirim Draco ke Gedung Glori.
“Ya, begitulah.”
Thomas menganggukkan kepalanya dan berkata, “Tina, karena Komandan sudah turun tangan, masalahmu pasti akan teratasi. Kamu nggak perlu khawatir.”
“Aku bukan mengkhawatirkan diriku sendiri, aku mengkhawatirkan ayah angkatku.”
Tina berkata, “Setelah diracuni dan sempat mati suri, ayahku hidup kembali. Sepertinya Komandan Draco sangat nggak puas pada hal itu. Thomas, bisakah kamu menelepon Komandan Draco dan
memintanya untuk nggak mempersulit ayah angkatku?”
“Tina, keputusan mengenai hal ini nggak ada di tanganku.”
Thomas berada di posisi yang sulit.
Dia tahu Draco mencari masalah pada Alden pasti bukan karena ditipu.
Mungkin Ardika yang tidak puas pada Alden.
Bagaimana mungkin Thomas berani ikut campur dalam urusan Ardika?
Pada saat bersamaan.
Di dalam aula besar.
Draco bertanya pada Ardika, “Bos, apa yang harus kulakukan pada Alden?”
Dia tahu Ardika tidak ingin mengungkapkan identitasnya. Karena itulah, dia baru mengusir semua orang lainnya dari tempat ini dan hanya menyisakan Alden seorang.
“Bos?”
Begitu mendengar panggilan Draco pada Ardika, Alden seperti tersambar petir di siang bolong.
Kemudian, sekujur tubuhnya mulai bergetar dengan kencang!
“Brak!”
Di bawah gelombang tekanan yang dahsyat, pada akhirnya Alden tidak bisa menahan diri lagi dan berlutut di hadapan Ardika.
“Aku … aku memberi hormat kepada Dewa Perang!”