Bad 73
Bad 73
Bab 73
Saat dia melihat Tasya pergi, Elan bisa merasakan kegigihan dan kehendak yang kuat dari wanita itu di luar dari sosoknya yang mungil, yang membuat Elan merasa tak berdaya. Pada saat itu, seorang pelayan datang kepadanya dan mengatakan, “Tuan Muda Elan, Nyonya Prapanca menunggu anda di ruang makan.”
Sementara Elan sudah menganggukkan kepala dan berjalan pergi dengan pelayan itu, Helen sedang berjalan ke ruang tamu, namun dia tersesat di area taman yang luas. Oleh karena itu, dia terpaksa mengikuti nalurinya sambil berjalan keluar dari sana, entah bagaimana ia merasakan kalau di sekelilingnya agak sepi. Kemudian, dia melihat sebuah paviliun yang tampak kuno yang tak jauh dari tempatnya berdiri dan berpikir mungkin saja di sana dia bisa menanyakan arah menuju ke ruang tamu.
Namun, tepat ketika Helen mendekat, dia mendengar suara seorang wanita tua dari balik tirai. “Nyonya Prapanca, apakah anda yakin akan memaksa Tuan Muda Elan untuk menikahi Nona Tasya? Bagaimana dengan nasib Nona Helen?”
Kemudian, Hana dengan tegas menjawab, “Keputusanku tetap sama. Satu-satunya wanita yang harus dinikahi Elan adalah Tasya. Adapun Helen, aku akan memastikan kalau Elan bisa menebusnya dengan uang dan kesejahteraan. Untuk beberapa alasan, Sepertinya aku tidak cocok dengan Helen karena aku merasa sikapnya terlalu licik dan penuh dengan trik. Lagi pula, Tasya adalah satu-satunya cucu menantu yang pernah aku setujui.”
Setelah mendengarnya, Helen pun menahan nafas dengan ngeri begitu dia mengenali suara Hana. Ya Ampun! Terlepas dari pertunjukan yang aku coba lakukan pagi ini, dia masih belum puas denganku? Yang lebih buruk lagi adalah dia hanya menginginkan Tasya yang menjadi cucu menantunya.
UCU menanContent bel0ngs to Nôvel(D)r/a/ma.Org.
Helen sudah diliputi dengan kebencian di dalam hatinya ketika dia tiba-tiba mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Karena itu, Helen segera bersembunyi dengan cepat di dalam semak- semak yang ada di bawah pohon dan berusaha untuk tetap diam.
“Apakah kamu mencariku, Nek?” Suara Elan sudah terdengar.
Hana memandang cucunya dan menceramahi, “Apa yang terjadi saat itu, Elan? Bagaimana kamu bisa melakukan sesuatu yang tidak masuk akal sampai kamu bisa meniduri Helen?”
“Maafkan aku, Nenek. Aku telah dijebak dan kehilangan akal sehatku untuk berpikir jernih.”
“Yah, meskipun begitu kamu sudah bertanggung jawab untuk menebus kesalahanmu, jadi aku tidak menyalahkanmu untuk itu, tetapi bagaimana kamu akan menyelesaikan masalahmu dengan Nona Helen?” Hana menanyai cucunya dengan kasar.
“Aku sudah melakukan semua yang aku bisa untuk menebusnya.”
“Baiklah, aku tak akan mencampuri urusanmu, tapi aku ingin kamu mengingat satu hal-satu-satunya cucu menantu yang akan kusetujui adalah Tasya. Jika dia setuju untuk menikahimu, dia akan menjadi Nyonya Muda dari Keluarga Prapanca, tetapi jika tidak, kamu sebaiknya memperlakukannya dengan baik sepanjang hidupmu,” dia berbicara kepada Elan dengan sikap yang tegas.
Meskipun Helen tak bisa melihat ekspresi di wajah pria itu, dia merasa seperti baru saja jatuh ke dalam sebuah genangan air es. Aku hanya ingin menjalani kehidupan yang nyaman dan mewah, tetapi mengapa Tasya tak berhenti menghalangku? Tidak! Aku tak akan membiarkan Tasya mengambil apa yang seharusnya
Dengan segera, Helen mendengar jawaban singkat dari Elan yang terdengar seolah-olah seperti sebuah pisau tajam yang menusuk ke dalam jantungnya. “Oke.” Jadi, sejak awal Elan memang tak ada
rencana untuk menikahiku. Tak lama setelah itu, Helen diam-diam menyelinap pergi dan bertemu dengan seorang pelayan, yang telah dimintai petunjuk olehnya agar dia bisa kembali ke ruang tamu.
Beberapa saat kemudian setelah hidangan makan siang sudah disiapkan, Tasya akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal karena suasananya yang terasa canggung meskipun awalnya Tasya enggan melakukan hal itu. Setelah semua orang sudah berkumpul di sekitar meja makan, Hana dengan sopan meminta Helen untuk masuk. “Silahkan melayani dirimu sendiri, Nona Helen. Buatlah dirimu seperti di rumah sendiri.”
“Baiklah, Nenek.” Helen tersenyum dan mengangguk sambil berharap kalau nyonya tua itu bisa segera mati.
“Kamu juga, Tasya. Layani dirimu sendiri.” Hana menatap Tasya, seolah-olah dia adalah cucunya sendiri.
“Baiklah, tentu.” Tasya lalu melayani dirinya sendiri untuk menyendok makanan.
Setelah makan siang. Hana mentraktir kedua wanita itu dengan makanan penutup sementara Elan naik ke atas untuk beristirahat. Sambil berbaring di sofa, pria itu tampak terganggu dan putus asa karena dia tak bisa berhenti memikirkan antara Helen dan Tasya. Hubungan antara aku dan Helen hanyalah berhubungan intim semalam saja yang pernah kami lakukan lima tahun yang lalu, tapi aku ragu saat ini karena tak pernah lagi merasakan aroma nafas yang sama dengannya seperti pada malam itu. Untuk beberapa alasan, bagi Elan tampaknya Helen lebih terasa seperti orang asing daripada seseorang yang memiliki perasaan yang dekat dengannya.