Bad 52
Bad 52
Bab 52
Wajah tampan Nando tampak terkejut, karena ini adalah satu-satunya hal yang Tasya tidak pernah ceritakan padanya. Beberapa kali Nando telah mencoba mengisyaratkan, tetapi Tasya tetap tidak ingin memberi tahukannya.
“Kamu tahu siapa dia?” Tanya Nando. Dia agak penasaran kenapa Elan juga tertarik dengan gosip karyawan semacam ini.
*Terakhir saudara perempuannya datang ke kantor dengan membawa masalah, dia mengatakan bahwa, lima tahun yang lalu, Tasya adalah simpanan seorang pria. Dia bahkan menjual tubuhnya di klub untuk mendapatkan uang.”
Nando tiba-tiba membelalakkan matanya yang cerah saat dia mendengarkan informasi yang baru diterimanya dengan tidak percaya. Dia langsung membalas, “Tidak mungkin! Tasya bukanlah orang seperti itu, dan dia tidak akan pernah melakukan hal seperti itu.”
“Sebanyak apa yang kamu ketahui tentang dia?” Elan menatap sepupunya, berharap dia tidak akan peduli dengan Tasya lagi.
Nando tidak ingin memikirkannya lagi. Dia berkata dengan tegas, “Aku tidak peduli seperti apa masa lalunya. Aku hanya ingin menghabiskan masa depanku bersamanya, dan aku tidak ingin tahu siapa ayah anaknya. Bagaimanapun juga, aku bersedia menemani dan membesarkan anaknya bersama- sama dan memperlakukannya seperti anakku sendiri.”
Elan benar-benar meremehkan tekad sepupunya untuk mengejar wanita ini. Dia menggertakkan giginya dan mendengus, “Apa bagusnya dia?”
Nando mengerutkan bibirnya dan tersenyum. “Tasya memiliki kecantikan yang unik. Terkadang, dia sepanas api, terkadang seanggun mawar. Tidak peduli dari sisi mana dia dilihat, saya sangat terpesona oleh wanita ini.”
Dalam hati Elan, dia hanya memiliki tiga kata sifat untuk Tasya: keterlaluan, biadab, dan kasar.
“Elan, maukah kamu bantu aku?” Nando dengan semangat duduk di meja Elan sambil menatap dan memohon.
“Tidak,” jawab Elan dengan dingin.
“Kamu benar-benar sadis. Apakah kamu masih menganggapku sebagai keluarga?” Nando cemberut.
Elan tetap tidak mau peduli, dan Nando akhirnya pergi dengan rasa kesal. Nando tetap akan terus membujuk Tasya sampai dia mau menerima hadiah itu, maka dia kembali lagi ke ruangan Tasya.
Tak lama kemudian, Tasya kembali ke ruangannya dan melihat Nando masih ada di sana, dia hanya bisa mengatakan, “Nando, aku benar-benar tidak bisa menerima hadiahmu. Pulanglah!”
“Aku tidak akan pergi jika kamu tidak menerimanya,” jawab Nando keras kepala.
Tasya kemudian tertawa dan berkata, “Kamu tahu itu tidak akan berhasil.”
Nando langsung menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan sedih, “Tasya, tidak bisakah kamu menjadi
sedikit lebih materialistis? Dengan begitu, aku bisa membelimu dengan uang.”
Tasya tertawa terbahak-bahak. “Aku sangat tertarik pada uang, tetapi aku hanya menyukai uang yang kuhasilkan.”Exclusive © material by Nô(/v)elDrama.Org.
Saat itu, ponsel Nando berdering. Dia mengambilnya dan melihat sebelum berbicara dengan serius, “Halo,
Ayah.”
“Datanglah ke kantor, Nando. Ayah punya sesuatu untukmu.”
“Baiklah, aku datang sekarang.” Masa cuti Nando akan segera berakhir, dan mulai besok dan seterusnya, dia harus kembali bekerja di kantor dan mematuhi perintah ayahmya.
“Aku akan kembali untuk menemui ayahku dulu. Hubungi aku jika kamu membutuhkan sesuatu. Aku akan selalu ada buatmu kapan pun kamu membutuhkanku.” Nando menatap Tasya dengan penuh kasih sayang.
Tasya sengaja berpura-pura tidak melihatnya dan hanya berkata kepadanya, “Pergilah! Jangan membuat ayahmu menunggu.”
Setelah Nando pergi, Tasya menghela nafas. Pada saat itu, Maria menelepon dan berkata, “Tasya, sebentar lagi kita pulang.”
“Oke,” jawab Tasya.
Setelah itu, Maria bersembunyi di koridor kosong dan menelepon Helen, yang memintanya untuk melakukan sesuatu. Dia meminta Maria untuk membuat Tasya meninggalkan ponselnya di kantor bagaimanapun caranya, dan jangan sampai Tasya membawanya.
сат
Maria mengiyakan, meskipun dia tidak tahu mengapa Helen memintanya untuk melakukan ini, dia hanya mematuhi perintahnya.
Lalu, Maria tiba di ruangan Taśya dan melihat bahwa dia sedang menyoitir beberapa dokumen dan tasnya ada di sofa. Saat itu, Maria, dengan sengaja duduk di sebelah tas Tasya, dia kemudian berkata kepada wanita yang sedang mengatur dokumen, “Apa kamu sudah menyelesaikan desainmu yang harus diserahkan pada akhir bulan? Aku masih ada beberapa lagi yang harus aku kerjakanl Stress rasanya!” Sambil mengeluh, dia sengaja mengawasi gerakan Tasya. Ketika pandangan Tasya terhalang, dia mengulurkan tangannya dan meraih ponsel wanita itu yang ada di dalam tasnya dan membenamkannya ke sofa.