Bab 436
Bab 436 Memangnya Apa Hebatnya Billy
“Huh! Kamu saja berani membunuh orang, mengapa aku nggak berani?!”
Randy berkata dengan kejam, “Jangan khawatir, setelah membunuhmu, aku akan membuat lokasi
kejadian terlihat seakan–akan kamu merampas pistol dan melarikan diri. Lagi pula, kamu adalah penjahat kelas berat yang baru saja membunuh dua orang. Kalau kamu mati, aku nggak hanya akan mendapat hadiah dari atasanku, aku juga akan mendapat banyak hadiah dari pendukung Tuan Muda
Alvaro!”
Di mana–mana selalu saja ada orang bodoh yang cari mati sendiri.
Ardika menatapnya dengan tatapan kasihan dan berkata, “Kalau begitu, kamu tembak saja.”
“Berani–beraninya kamu memprovokasiku?!”
Randy langsung marah besar dan menarik pelatuk tanpa ragu.
“Dor!”
Saat terdengar suara tembakan, Randy berteriak kesakitan dan terjatuh ke lantai.
Luka bakar kehitaman tampak jelas di telapak tangannya!
Sementara itu, pistol yang tadinya ada dalam genggamannya sudah berubah menjadi seperti besi bengkok yang tak berguna lagi dan terjatuh ke lantai.
Situasi saat ini benar-benar seperti kecelakaan penggunaan senjata api!
“Sudah kubilang, kalau kamu menembak, kamu pasti akan menyesal.
Mendengar teriakan histeris Randy, Ardika tetap tampak tenang.
Awalnya, Randy mengira kebetulan terjadi kecelakaan penggunaan senjata api. Namun, setelah mendengar ucapan Ardika, dia baru menyadari satu hal. Sambil menahan rasa sakit yang menjalar di tangannya, dia bertanya pada Ardika, “Kamu Bagaimana kamu bisa melakukannya!”
“Oh, ini.”
Ardika menggenggam sebuah puntung rokok.
Randy mengalihkan pandangannya ke arah pistol yang sudah rusak itu dan mengamati bagian muncung pistol, dia mendapati ada sesuatu di dalam sana.
Itu tidak lain adalah puntung rokok!
Tepat pada saat dia menembak. Ardika melemparkan nuntung rokok ke dalam muncung rokok sohinnga
*Kamu …. Bagaimana kamu bisa melakukannya?!”
Randy melontarkan satu kalimat yang sama persis, kali ini dipenuhi dengan keterkejutan sekaligus
ketidakpercayaan.
Dia sama sekali tidak memahami hal di luar nalar ini.
Ardika malas menjawab pertanyaannya.
Suara tembakan kembali menggemparkan seluruh pusat penahanan. Sekelompok orang muncul di
lokasi. Namun, di antara orang–orang itu, ada Sigit yang bergegas datang untuk menangani urusan
Alvaro dan Tamo.
“Pak Sigit cepat tangkap orang ini dan tembak mati dia!”
Randy yang sedang telentang di lantai, menunjuk Ardika dengan ekspresi tajam, lalu mengeluh, “Monster ini sudah membunuh Alvaro dan Tarno. Selain itu, dia masih berpikir untuk merampas pistol dan
melarikan diri!”
“Menembak mati dia? Apa kamu tahu siapa dia? Kamu mau menembak mati dia?” tanya Sigit dengan
ekspresi dingin.
Dia tahu Ardika tidak akan melakukan tindakan seperti merampas pistol dan melarikan diri.
Lagi pula, kalau Ardika ingin pergi, siapa yang bisa menghentikannya?
Jadi, pasti Randy sendiri yang merencanakan sesuatu, lalu memutarbalikkan fakta.
“Pak Sigit, Alvaro adalah keponakan Billy, sedangkan Tarno adalah bawahan kepercayaannya. Mereka
berdua mati di sini, Billy pasti nggak akan membiarkan hal ini berlalu begitu saja!”
Randy mengira Sigit sengaja berpihak pada Ardika. Jadi, dia langsung membahas sosok tokoh besar yang mungkin disegani oleh Sigit.
“Billy? Memangnya apa hebatnya dia?!”
Ekspresi Sigit berubah menjadi muram. “Sepertinya kamu adalah orang yang sudah disuap oleh Billy.”
“Cepat tangkap Randy sekarang juga!”
Biarpun Randy berteriak dengan histeris, dia tetap dibawa pergi.
Setelah membereskan Randy, Sigit mengalihkan pandangannya ke arah Ardika dan berkata dengan
penuh hormat, “Aku akan menangani urusan Alvaro dan Tarno dengan baik.” Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
“Hmm.”
Ardika menganggukkan kepalanya, lalu bangkit dan berjalan keluar.
Kematian Alvaro dan Tarno hanya masalah sepele baginya..
Urusan ini Sigit tangani secara rahasia.
Namun, sepertinya kemampuan Billy untuk memperoleh informasi masih di luar bayangannya.
Informasi mengenai Alvaro dan Tarno mati di tangan Ardika tetap sampai di telinga Billy.
Di kediamannya sendiri, ekspresi Billy tampak sangat muram.
Tepat pada saat ini, Rohan dan Vincent menemui majikannya dengan tergesa–gesa.
Tanpa beromong kosong lagi, Billy mengalihkan pandangannya ke arah dua orang kepercayaannya itu. Pada akhirnya, pandangannya tertuju pada Vincent yang sangat ahli dalam bela diri itu.
“Vincent, malam ini kamu pergi ke pusat penahanan untuk bunuh Ardika!”