Bab 433
Bab 433 Menghibur Diri Sendiri
Xavier tahu pasti Draco yang memerintahkan anak buahnya untuk menembak mati semua pembunuh itu.
Hanya tokoh sehebat itu baru berani mengeluarkan perintah seperti ini.
Namun, karena anggota Keluarga Basagita menganggap itu sebagai kontribusinya, dia tidak mengakui, juga tidak menyangkal hal itu.
Karena itulah, anggota Keluarga Basagita makin menjilat Xavier.
Mereka bahkan ingin segera menikahkan Luna kepada pria itu!
Dengan begitu, Keluarga Basagita sudah bisa menjalin relasi dengan Keluarga Darma! Bagaimanapun Juga, ayah Xavier adalah seorang wakil kapten!
Di sisi lain.
Setelah mengetahui dua puluh orang pembunuh yang mereka kirim semuanya ditembak mati, semua
anggota Aliansi Lautan Berlian sangat terkejut sekaligus ketakutan!
Terutama Bromo, anggota lama Aliansi Lautan Berlian. Dia marah sekaligus sedih.
Dua puluh orang itu adalah anak buahnya yang paling kuat.
Namun, mereka semua malah kehilangan nyawa mereka di Kompleks Vila Bumantara!
Edrik melakukan panggilan telepon,
Setelah mengetahui detail situasi di sana, dia meletakkan ponselnya dengan ekspresi muram dan
berkata, “Kediaman mewah Komandan Draco terletak di sebelah Kompleks Vila Bumantara, ada tentara yang berjaga di sana. Tempat itu adalah area terlarang. Kelak, anggota kita nggak diizinkan untuk
menginjakkan kaki di sana lagi!”
Begitu mendengar ucapan Edrik, anggota lama Aliansi Berlian Lautan lainnya langsung menunjukkan ekspresi ketakutan. Mereka sama sekali tidak berani membahas tentang membalas dendam.
Mungkin mereka adalah penguasa satu wilayah, tetapi mereka bukan apa–apa di hadapan orang selevel Draco.
Mereka tidak bisa membalaskan dendam mereka pada keluarga Ardika lagi.
Namun, Ardika masih berada di dalam pusat penahanan. Titus mengatakan akan membunuh pria itu, maka pria itu tidak akan bisa melihat matahari besok lagi!
Mengingat hal ini, ekspresi semua orang tampak membaik.
Paling tidak mereka masih bisa mempertahankan reputasi Grup Lautan Berlian.
“Pak Ardika, dua puluh orang pembunuh yang dikirim oleh Bromo, pemegang saham Grup Lautan Berlian ke Vila Cakrawala, semuanya sudah ditembak mati oleh anggota Korps Taring Harimau.”
Di dalam sebuah kamar di pusat penahanan Kota Banyull.
Jesika yang datang untuk mengunjungi Ardika juga melaporkan hal ini kepadanya.
“Hmm, awasi mereka dengan ketat. Jangan sampal terjadi sesuatu pada istriku dan keluarganya.”
Ardika menganggukkan kepalanya.
Saat dalam perjalanan menuju ke pusat penahanan, dia sudah memberi perintah kepada Draco. Slapa pun yang berani membalaskan dendam kepada keluarganya wajib dibunuh!
Mereka boleh saja mengincar dirinya. Namun, kalau mengincar keluarganya, maka sama saja dengan
cari mati!
“Pak Ardika….”
Jesika tampak ragu untuk mengatakan apa yang hendak dikatakannya.
Ardika bertanya, “Apa masih ada hal lain?”
Ekspresi ragu terpampang jelas di wajah Jesika.
Sebagai seorang asisten, dia tidak berani menyembunyikan hal sepenting itu dari Ardika. Akhirnya, dia berkata dengan gigi terkatup, “Tepat pada saat sebelum pembunuh yang dikirim oleh Grup Lautan Berlian ditembak mati, Nona Luna mengumumkan perceraian dengan Bapak.”
“Bam!”
Dengan iringan suara hantaman keras itu, meja panjang di hadapan Ardika sudah hancur berkeping- keping.
Raut wajahnya tampak jelas berubah menjadi pucat pasil
“Apa yang sedang kamu lakukan? Apa kamu baru saja masuk sudah mencari masalah?!”
Begitu mendengar suara hantaman keras itu dan melihat meja yang sudah hancur berkeping–keping di lantai, petugas yang berjaga berjalan ke arah Ardika dengan waspada dan menggenggam sebuah tongkat pemukul.
“Pergi sana!”
Ardika mendongak dan melirik staf itu dengan dingin.
Hanya satu lirikan dingin dari Ardika, staf itu merasakan seperti tersambar petir.
Dalam sekejap, dia merasakan seperti ada cairan yang melewati tenggorokannya.
Lalu, seteguk darah muncrat keluar dari mulutnya!
Dia menutup mulutnya dan menatap Ardika dengan tatapan terkejut sekaligus ketakutan seperti melihat monster yang mengerikan.
Jesika berada di dekat Ardika. Dia merasakan tekanan yang sangat besar, seolah–olah jiwanya sudah terguncang. Dia bahkan seperti ingin segera berlutut dan bersujud di hadapan pria itu.
Dia baru pertama kali melihat sisi Ardika yang begitu mengerikan seperti ini!
Setelah menenangkan dirinya, Jesika berkata dengan ekspresi pucat pasi, “Pak Ardika, Bapak harus tenang dulu!” © NôvelDrama.Org - All rights reserved.
Setelah menarik napas dalam–dalam, Ardika baru bisa meredakan gejolak amarahnya.
“Aku mengerti. Luna melakukan hal itu pasti karena nggak ingin menyeret keluarganya dalam masalah,” kan? Benar, bukan, Jesika?”
Ardika bergumam pada dirinya sendiri, seperti sedang menghibur diri sendiri.
Melihat ekspresi sedih Ardika, hati Jesika terasa sakit. Dia segera menghibur Ardika, “Benar, Pak Ardika. Nona Luna sangat mencintai Bapak. Biarpun mungkin dia ada salah paham pada Bapak, dia
juga nggak akan bercerai dengan Bapak!”