Menantu Pahlawan Negara

Bab 551



Bab 551 Membeli Pabrik

Setelah duduk di ruangan sebentar, Ardika dan Elsy pun berangkat menuju ke lokasi untuk menandatangani kontrak dengan pemilik pabrik.

Mereka tidak pergi berdua saja, melainkan juga diikuti oleh karyawan departemen keuangan dan

karyawan departemen lainnya.

Setelah tiba di sebuah area pabrik, Elsy memperkenalkan kepada Ardika. “Pak, ini adalah pabrik yang telah kami survei sebelumnya. Lini produksinya sudah lengkap. Dengan membeli pabrik ini, proses

produksi bisa langsung dijalankan.”

Grup Bintang Darma baru dibangun kemball, Itu artinya mereka harus memulal semuanya dari awal lagi. Content held by NôvelDrama.Org.

Sekarang fokus utama perkembangan bisnis Grup Bintang Darma adalah blomedis. Elsy berencanal untuk mengembangkan bisnis biomedis Grup Bintang Darma kembali dan merebut pasar milik tiga

keluarga besar.

Untuk mendukung perkembangan bisnis Grup Bintang Darma, meminta Grup Sentosa Jaya untuk

Ardi menyuntikkan banyak dana pada Grup Bintang Darma. Tentu saja, Grup Sentosa Jaya juga memperoleh

saham yang sesuai.

Grup Sentosa Jaya sudah menjadi salah satu pemegang saham Grup Bintang Darma.

Awalnya Elsy sendiri tidak ingin melakukan pembagian yang terlalu jelas.

#

Baginya, baik Grup Sentosa Jaya maupun Grup Bintang Darma adalah milik Ardika.

Lagi pula, Ardika memang merupakan presdir dari kedua perusahaan tersebut.

Namun, Ardika tidak berpikir demikian.

“Grup Bintang Darma adalah milikmu dan Delvin. Kelak adalah milik Livy, nggak ada hubungannya denganku. Aku hanya membantu kalian mengembangkan bisnis dan bertugas untuk memastikan keluarga kalian nggak kesulitan finansial”

Itulah pemikiran yang diutarakan oleh Ardika kepada Elsy kala itu.

Bagi Ardika, dengan membangun kembali Grup Bintang Darma dan mengembangkan kembali bisnis yang telah dirintis oleh sahabatnya dengan susah payah itu adalah sebuah bentuk tanggung jawabnya kepada Delvin.

Bagaimanapun juga, terlepas dari apa tujuan tiga keluarga besar mencelakai Delvin sampai

menyebabkan Delvin kehilangan nyawanya di usia semuda itu adalah karena Ardika sendiri.

Sambil berjalan memasuki pabrik, Ardika bertanya dengan santai, “Berapa harga pabrik ini?”

“Satu triliun. Sebelumnya, kami sudah mengeluarkan dana sebesar 200 millar, agar pihak penjual mengatur mengenai pembubaran karyawan dan lain sebagainya,”

Melihat Ardika mengerutkan keningnya, Elsy tahu pria itu menganggap nilai jual pabrik ini mahal. Dia pun berkata, “Sebenarnya, pabrik ini boleh dibilang standar saja, tapi tanah dan lini produksinya lebih

mahal. Selain itu, pemilik pabrik hanya ingin menjual pabriknya dan nggak bersedia menyewakan pabriknya. Jadi, aku nggak punya pilihan lain selain memilih untuk membeli pabrik ini.”

Ardika menganggukkan kepalanya dan berkata, “Pabrik Ini nggak terlalu luas.”

Elsy berkata, “Hmm, hal yang terpenting adalah kita bisa memanfaatkan pabrik ini sebaik–baiknya. Lagi pula, bisnis biomedis harus dimulai dari awal lagi, jadi luas pabrik saat ini sudah cukup. Setelah bisnis ini berkembang dengan baik, baru kita bicarakan lagi.”

“Sebenarnya, dulu Kediaman Wali Kota membagikan tanah yang sangat luas untuk kami, sangat cocok untuk dibangun sebuah taman industri yang sempurna. Proses operasional perusahaan juga bisa

dilakukan di sana.”

“Tapi, sayang sekali, sekarang tanah itu sudah nggak ada.”

Elsy hanya berbicara dengan

dengan sungguh–sungguh.

T

tai tanpa maksud apa–apa, tetapi lawan bicaranya mendengarkanny

Ardika sudah mengingat hal ini dalam hati.

Sambil berbicara, mereka sudah sampai di ruangan pemilik pabrik.

Begitu Ardika dan yang lainnya memasuki ruangan, mereka sudah bisa merasakan suasana di dalam

ruangan itu sangat aneh.

Seorang pria paruh baya gemuk di kursinya dengan menyilangkan kakinya sambil menggigit rokok dan

melirik Ardika dan yang lainnya.

Sebelum memasuki ruangan ini, Elsy sudah memberi tahu Ardika bahwa pria gemuk yang bernama Dilon Zapari ini adalah pemilik pabrik.

Sementara itu, ada beberapa pria kekar yang tersebar di sudut ruangan sedang menatap Ardika dan yang lainnya dengan tatapan tajam.

Melihat pemandangan itu, Ardika pun tertawa.

БОНОВ 91+

+15 BONUS

Keputusannya untuk ikut datang sudah tepat.

Kemungkinan besar Dilon sudah berniat buruk.

Dia melirik beberapa anak buah Dilon itu, lalu diam–diam mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan

sebuah pesan kepada Jesika, meminta asistennya itu untuk menghubungi Alden.

Suara tawa Ardika menarik perhatian Dilon.

Pria itu melirik Elsy dan beberapa karyawan yang ikut datang bersama Elsy.

Dalam situasi seperti ini, ekspresi mereka sudah tampak sedikit gelisah.

Namun, Ardika yang belum pernah ditemuinya ini masih terlihat sangat tenang, seolah–olah santai saja

dalam menghadapi mereka.

Dilon mendengus kesal dan berkata, “Bu Elsy, bukankah aku memintamu untuk datang sendirian? Siapa

bocah ini? Suruh dia pergi sekarang juga!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.