Bab 513
Bab 513 Tugu Makam
“Ti… Titus!”
Begitu melihat orang itu, kelopak mata Simon langsung melompat dengan cepat. Aura dingin menjalar dari ujung kakinya hingga ke ujung kepalanyal
Titus!
Ternyata orang yang datang menyerang wilayah kekuasaannya adalah Titus! Titus adalah orang yang baru saja membunuh Vincent, anak buah nomor satu Billy!
Saking ketakutannya, jiwa Simon seakan sudah meninggalkan raganya, kedua kakinya terasa lemas seketika. Tepat pada saat dia hendak berlutut, Titus mengulurkan pedangnya dan menahan dagu Simon.
Biarpun Simon ingin berlutut, kekuatan pedang itu bahkan membuatnya tidak bisa berlutut!
*Sekarang kamu nggak perlu berlutut lagi. Waktumu hanya tersisa setengah jam saja. Cepat pergi ke rumah sakit dan berlutut di sana.”
Selesai berbicara, Titus langsung berbalik dan pergi.
“Bukankah Handi mengatakan orang itu adalah menantu pecundang Keluarga Basagita? Kenapa Titus juga tunduk padanya?!”
Kejadian yang baru saja dialaminya benar–benar membuat Simon tercengang.
“Kak Simon, waktumu hanya tersisa setengah jam saja.”
Kata–kata peringatan dari seorang anak buahnya yang berada di sampingnya, membuatnya tersadar kembali dari lamunannya.
“Cepat! Cepat antar aku ke rumah sakit!”
Simon bergegas berlari ke arah luar seperti orang gila.
Setelah menempuh perjalanan dengan tergesa–gesa, akhirnya Simon tiba di rumah sakit saat waktunya
satu jam yang diberikan padanya hampir habis. Belongs © to NôvelDrama.Org.
Saat dia berlari melewati koridor hingga mencapai bangsal yang berjarak sekitar seratus meter dan berlutut di hadapan Ardika, dia sudah kelelahan sampai–sampai napasnya tersengal–sengal. “Tu…
Ardika, aku sudah datang!”
Tuan
Butir–bulir keringat tampak membasahi sekujur tubuhnya, seakan–akan dia baru saja keluar dari
genangan airl
“Apa kamu yang mengatakan ingin membunuh seluruh keluargaku?” tanya Ardika tanpa ekspresi.
Siman mendongak dan berkata dengan ekspresi ketakutan, “Tuan Ardika, aku bersalah Aku nggak akan mengulanginya lapil Aku nggak akan mengulanginya lagi
“Hmm, mari kita bicarakan lagi hal ini nanti. Kita bicarakan dulu hal yang lain.”
Ardika bertanya dengan dingin, “Apa kamu yang meminta anak buahmu untuk membuang abu Delvin,
sahabatku?”
“Ya, benar,” kata Simon sambil menundukkan kepalanya.
“Kenapa kamu melakukan hal seperti
“Tiga keluarga besar yang menginstruksikanku untuk melakukannya!”
Simon berkata tanpa ragu. “Aku sama sekali nggak punya dendam dengan Delvin. Kalau bukan karena instruksi dari tiga keluarga besar, aku nggak mungkin nggak ingin melakukan transaksi yang
menghasilkan uang.”
“Hah! Tiga keluarga besar lagi dan lagl.”
Dengan sorot yang sangat dingin dan tajam, Ardika berkata, “Kalau begitu, orang tua Delvin nggak bisa menemukan makam untuk mengubur Delvin juga karena ulah tiga keluarga besar?”
Jawaban yang diberikan oleh Simon memang sesuai dengan kenyataan.
Tiga keluarga besar tidak hanya mencelakal Delvin dan merebut Grup Bintang Darma yang merupakan hasil kerja kerasnya, mereka bahkan tidak membiarkan Delvin memiliki sebuah tempat peristirahatan yang tenang setelah dia meninggal.
Tindakan yang mereka lakukan benar–benar kejl, bahkan menyulut amarah manusia dan dewa!
Melihat ekspresi menakutkan Ardika seakan–akan hendak membunuh orang kapan saja, Simon buru- buru berkata, “Tuan Ardika, aku bisa memilihkan tempat dengan fengsui terbaik untuk Delvin sekarang.
juga.”
Setelah melirik Ardika dengan hati–hati, dia baru memberanikan dirinya dan berkata, “Walau … walau abu Tuan Delvin sudah tiada, kita tetap bisa membangun sebuah tugu makam untuknya sebagai bentuk
tempat peristirahat terakhir baginya.”
Ardika melirik pria itu dengan dingin sambil menahan gejolak emosinya untuk membunuh pria itu hingga
mati di tempat sekarang Juga.
Saat ini, hal yang terpenting adalah memberikan sebuah tempat peristirahat terakhir yang baik bagi Delvin, agar orang tua dan keluarganya bisa tenang.
“Di mana tempat dengan fengsui terbaik di Kota Banyuli?”
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Ardika, Simon baru menghela napas lega. Kemudian, dia berkata, “Tentu saja Danau Pelarum. Tempat itu adalah tempat dengan fengsui terbaik yang sudah
diakui oleh para ahli fengsui di Kota Banyuli!”
Karena sedang membicarakan tentang bidang yang telah digelutinya selama bertahun–tahun, dia cukup
bersemangat.
Dia telah memonopoli bisnis rumah duka di Kota Banyuli, jadi wajar saja kalau dia sudah mengenal
dengan baik tempat–tempat mana yang memiliki fengsui baik.
Namun, setelah mengucapkan kata–kata itu, Simon baru teringat akan satu hal.
23
“Tapi, Tuan Ardika, Danau Pelarum dan sekitarnya adalah aset pribadi milik Keluarga Lukito yang
merupakan salah satu dari tiga keluarga besar.”
“Vila Pelarum milik Keluarga Lukito dibangun di samping danau.”
“Bagaimana kalau aku merekomendasikan tempat lain dengan fengsui baik untuk Tuan?”
Simon mengangkat jarinya seperti orang yang sedang bersumpah, lalu berkata. “Aku berjanji tempat lain yang kurekomendasikan kepada Tuan ini fengsui–nya pasti nggak lebih buruk dibandingkan fengsui
Danau Pelarum
“Nggak perlu.”
Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, ucapannya sudah disela oleh Ardika.
“Tugu makam Delvin dibangun di tepi Danau Pelarum saja. Sepanjang hidupnya, sahabatku sudah mengalami banyak penderitaan, jadi dia harus memiliki tempat peristirahatan terakhir dengan fengsui
terbaik!”