Bab 511
Bab 511 Apa Kamu Pikir Dia Adalah Dewa Perang
“Selama Pak Claudio membantuku untuk memohon pengampunan dari Dewa Perang, seluruh aset yang kumiliki sebesar triliunan akan menjadi milik Bapak!”
Simon tampak berlutut di lantai dan memohon pengampunan tanpa henti.
Sementara itu, semua anak buah pria itu juga tampak berlutut di lantai dan gemetar ketakutan.
Dewa Perang!
Simon baru menyadari bahwa dia sudah membuang abu sahabat sang Dewa Perang!
Simon memang bernyall besar, kepala preman lainnya di Kota Banyuli sama sekali bukan apa–apa
baginya.
Bahkan, saat berhadapan dengan dua raja preman, yaitu Alden dan Billy dulu, dia juga hanya menjaga sopan santun seadanya, tetapi dia tetap tidak akan membiarkan mereka memperoleh keuntungan dari
wilayah kekuasaannya.
Namun, saat ini dirinya seakan–akan diselimuti aura dingin yang membuat sekujur tubuhnya gemetaran.
Seumur hidupnya, dia tidak pernah merasakan perasaan takut seperti ini.
Saat ini, dia ketakutan setengah mati karena orang yang telah dia singgung adalah sosok Dewa Perang paling muda sepanjang sejarah Negara Nusantara!
Hanya dengan satu kalimat dari pemuda itu saja, seluruh keluarganya bisa hancur seketika!
Melihat Simon yang berlutut di lantai dan tampak gemetaran, Claudio berkata dengan dingin dan tanpa ekspresi, “Siapa yang berani menerima suap saat menjalankan perintah dari Tuan Dewa Perang?”
“Aku sudah menyampaikan maksud Tuan Dewa Perang. Mulai sekarang, kamu hanya diberi waktu satu Jam. Dalam kurun waktu satu jam ini, kamu sudah harus berlutut di hadapan Tuan Dewa Perang.”
“Kalau nggak, kamu sendiri yang tanggung konsekuensinya!”
Selesal berbicara, dia langsung berbalik dan berjalan pergi.
Dengan ekspresi putus asa, Simon duduk di atas tanah. Kemudian, dia memerintahkan anak buahnya.
Cepat bawa mobil ke sinil Aku.harus pergi ke rumah sakit secepatnya!”
“Cihl Ada apa ini? Siapa yang membuat Kak Simon ketakutan seperti ini?”
Tepat pada saat ini, tiba–tiba seorang pemuda berjalan masuk ke dalam vila dengan langkah santal
Melihat sekujur tubuh Simon tampak gemetaran, dia tidak bisa menahan dirinya dan melontarkan satu
kalimat sindiran itu.
Simon segera bangkit dari lantai dan bertanya, “Tuan Muda Handi, ada apa kamu datang ke sini?”
Pemuda itu tidak lain adalah Handi, anggota Keluarga Santosa yang merupakan salah satu dari tiga
keluarga besar,
Handi, Renaldi dan Melia mendapat julukan Bintang Muda Kota Banyull,
Kini, dari tiga orang Bintang Muda Kota Banyull Ini hanya tersisa satu orang.
Sementara itu, dua orang lainnya sudah merupakan “bintang yang tidak bersinar“, Renaldi sudah berbaring di rumah sakit dalam kondisi koma setelah dihajar oleh Ardika, sedangkan Melia rela seorang pelayan di Kompleks Vila Cempaka Nomor Sembilan.
menjadi
Karena kejadian yang menimpa kedua orang itu, belakangan ini banyak orang di Kota Banyuli yang menjadi Bintang Muda Kota Banyuli sebagai bahan tertawaan.
Mereka disindir bisa bersinar hanya karena mengandalkan latar belakang keluarga dan kemampuan
generasi tua keluarga mereka.
Sebenarnya, mereka sendiri sama sekali tidak memiliki kemampuan apa–apa.
Hal ini membuat Handi sangat kesal dan berusaha keras untuk mendapatkan kembali reputasi Bintang
Muda Kota Banyuli.
Belakangan ini, tiga keluarga besar mendapat tekanan yang besar dari Raka.
Tentu saja Handi tidak berani memprovokasi Raka.
Karena itulah, Ardika yang menjalin hubungan baik dengan Delvin menjadi target utama yang
diawasinya.
Kebetulan dia dengar Ardika telah membuat masalah, jadi dia bergegas datang ke sini.
“Aku dengar ada seorang bocah nggak tahu diri yang memukull anggota rumah duka, yang juga
merupakan anak buah Kak Simon?”
Handi berkata dengan nada tajam, “Coba ceritakan padaku, mungkin saja Kak Simon membutuhkan
saran dariku….”
“Nggak butuh.”
+1B BONUS
Sebelum Handi sempat menyelesaikan kalimatnya, ucapannya sudah disela oleh Simon.
“Aku harus bergegas pergi ke rumah sakit untuk menemuinya.”
Simon menyunggingkan seulas senyum getir dan berkata, “Tuan Muda Handi, kalau kamu benar– benar Ingin melakukan sesuatu untukku, tolong berdoa untukku agar aku bisa kembali hidup–hidup hari ini.”
Handi mengerutkan keningnya dan berkata, “Kak Simon, apa maksudmu? Bagaimana seorang pecundang yang nggak punya latar belakang dan kekuasaan apa pun bisa membuatmu ketakutan
seperti ini?”
“Tuan Muda Handi, apa kamu sedang bercanda denganku?!”
Simon mendengus dingin dan berkata dengan kesal, “Kalau seorang Dewa Perang dari Kediaman Dewal Perang dianggap nggak memiliki latar belakang dan kekuasaan, kalau begitu Tuan Muda Handi sama
sekali bukan apa–apa!”
Dipandang rendah seperti itu, Handi berusaha menahan amarahnya dan bertanya, “Dewa Perang? Apa
maksudmu?” All text © NôvelD(r)a'ma.Org.
Simon juga tidak bisa menyinggung tiga keluarga besar yang sudah lama berkuasa di Kota Banyuli
begitu saja.
Saat menunggu mobilnya datang, dia terpaksa bersabar dan menceritakan secara singkat kejadian tadi kepada Tuan Muda Keluarga Santosa itu.
“Haha! Kak Simon, apa kamu benar–benar berpikir dia adalah Dewa Perang?”
Tiba–tiba, Handi tertawa terbahak–bahak.
Melihat reaksi anggota tiga keluarga besar itu, Simon berkata dengan marah, “Handi, apa maksudmu?! Apa mungkin ucapan orang yang berpakaian tentara dan menyebut dirinya berasal dari Kediaman
Komandan itu palsu?!”