Menantu Pahlawan Negara

Bab 470



Bab 469 Xavier Kamu Sangat Tidak Sabar Sebenarnya, Ardika merasa sedikit malu meminta asistennya membantunya mengurus urusan seperti ini. Namun, Jesika adalah seorang asisten yang profesional. Dia sama sekali tidak menunjukkan tanggapan yang aneh. Dia berkata, “Aku mengerti, Pak Ardika.” Kurang dari setengah menit kemudian, ponsel Ardika berdering. Panggilan telepon dari Ridwan. *Tuan Ardika, Tuan memintaku menutup kantor catatan sipil untuk mengulur waktu, ya?” “Ya, benar.” “Aku punya satu cara. Belakangan ini, negara kita berencana untuk membuat sebuah peraturan baru mengenai ‘masa tenang setelah mengajukan perceraian‘. Kelak, kalau ada pasangan suami istri yang mengurus perceraian, proses perceraian baru akan berlangsung satu bulan setelah pengajuan perceraian.” “Tapi, peraturan ini baru akan resmi dijalankan tahun depan. Sekarang hanya tersisa beberapa bulan lagi.” “Dengan identitas Tuan Ardika, selama Tuan angkat bicara, aku yakin pihak yang berwenang bisa mengumumkan peraturan itu lebih cepat.” Ardika merasa ide Ridwan ini cukup bagus. Adanya “masa tenang setelah pengajuan perceraian” adalah hal yang sangat bagus baginya. Kelak, kalau Desi tiba–tiba memintanya dan Luna untuk bercerai lagi, dengan memiliki waktu satu bulan. ini, tentu saja sangat membantu. Ardika berkata dengan senang, “Ridwan, kamu minta Draco segera menghubungi anggota Kediaman Dewa Perang untuk menyampaikan kepada pihak yang berwenang mengumumkan peraturan ini secepatnya!” Saat dia meletakkan ponselnya, Luna sudah berjalan keluar dengan mata memerah. Seakan–akan sedang mengawasi seorang tahanan, Desi berjalan di belakang Luna karena takut sifat keras kepala putrinya kumat lagi dan melarikan diri. Dia bahkan meminta Amanda sekeluarga untuk ikut mengawasi Luna. Tentu saja Amanda sekeluarga ingin sekali Luna bercerai dengan Ardika.” Kalau mereka berceral, maka Xavier sudah punya kesempatan untuk memiliki Luna. +15 BONUS Saat berada di dalam vila, mereka sudah mengirimkan pesan kepada Xavier dan memberi tahu pemuda itu hal ini. Sebelumnya, Xavier kembali ke ibu kota provinsi. Sekarang, dia sedang dalam perjalanan menuju Kota Banyuli. Begitu mendengar informasi tersebut, dia langsung menambah kecepatan laju mobilnya. Seakan–akan begitu Luna bercerai dengan Ardika, maka wanita itu akan segera menikah dengannya. Luna masuk ke dalam mobil. Melihat bulir–bulir air mata masih membasahi wajah cantik istrinya, Ardika menyodorkan secarik tisuThis text is © NôvelDrama/.Org.

dan berkata, “Nah, lap dulu air mata di wajahmu. Lihatlah, riasan wajahmu bahkan sudah memudar.” “Ardika, apa kamu sangat senang bercerai denganku?” Luna menerima tisu yang disodorkan oleh Ardika padanya. Melihat Ardika masih bisa tersenyum di saat seperti ini, dia merasa sangat kesal. Jelas–jelas dia sangat bersedih karena akan bercerai dengan pria itu, tetapi pria itu malah tampak acuh tak acuh, seakan–akan sama sekali tidak memedulikan perceraian mereka. *Tentu saja aku bersedia bercerai denganmu, tapi bukankah kita masih belum bercerai?” Dengan seulas senyum masih mengembang di wajahnya, Ardika berkata, “Mungkin saja kita nggak akan bisa bercerai.” Mendengar ucapan Ardika, amarah Desi langsung meluap. Dia mendengus dingin dan berkata, “Nggak bisa bercerai? Bermimpi saja kamu!” *Jarak kantor catatan sipil dengan rumah kita hanya beberapa kilometer. Sekarang pergi bercerai. mungkin masih sempat pulang makan siang bersama!” Semua orang tidak menganggap serius ucapan Ardika. Bahkan Luna juga merasa Ardika sedang berpura– pura bersikap positif, agar dia tidak terlalu sedih. ‘Dasar bodoh!‘ Saat ini, Hariyo, adik sepupu Luna yang duduk di barisan belakang berkata dengan nada menyindir, “Kak Ardika, ini adalah terakhir kalinya aku memanggilmu dengan panggilan Kakak. Sebentar lagi, setelah keluar dari kantor catatan sipil, kamu sudah bukan kakak iparku lagi.” “Mungkin saja, nggak lama lagi Kak Xavier yang akan menjadi kakak iparku.” Mendengar ucapan Hariyo, seulas senyum mengembang di wajah Desi. +15 BONUS Xavier memang merupakan menantu idaman Desi. Ardika merasa dirinya tidak perlu mencari perhitungan dengan bocah yang sudah terlalu dimanjakan oleh orang tuanya hingga menjadi seperti ini, dia hanya tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katal pun. Tak lama kemudian, semua orang sudah tiba di kantor catatan sipil di mana Luna dan Ardika mendaftarkan pernikahan mereka sebelumnya. Para staf loket tampak sedang sibuk melakukan tugas mereka masing–masing. Ardika dan yang lainnyal terpaksa harus mengantre. Saat mereka sedang menunggu giliran, Xavier pun datang. Begitu dia memasuki kantor catatan sipil, dia langsung menghampiri Ardika dan berkata dengan arogan, “Ardika, kamu memilih untuk bercerai dengan Luna adalah pilihan yang tepat!” *Ardika, kamu memang nggak layak bersanding dengan Luna. Dia sangat hebat. Kalian bahkan nggak ada topik pembicaraan yang sama.” “Sejak menjadi bagian Keluarga Basagita, kamu nggak bisa apa–apa. Kamu bukan hanya nggak bisa membantu keluarga Luna, kamu bahkan selalu membawa masalah

bagi Luna dan keluarganya.” “Selain itu, sejak awal pernikahan kalian adalah sebuah kesalahan Hanya dengan satu tarikan napas, Xavier berbicara panjang lebar. Setelah berbicara panjang lebar, dia baru berhenti berbicara. Ardika yang sedang duduk di kursi mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. Tepat pada saat Xavier mengira saking malunya Ardika akan marah besar, lalu bangkit dari tempat duduk dan memukulinya, serta dia sudah bersiap untuk berkelahi, tiba–tiba sudut bibir Ardika malah terangkat ke atas, lalu berkata dengan pelan, “Xavier, sepertinya kamu sangat nggak sabar?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.