Bab 456
Bab 456 Xavier Sudah Menyerah
Yoga memang layak disebut sebagai pengedar informasi terbesar di Provinsi Denpapan. Dia bisa menyebut nama Xavier secara tepat dan akurat.
Xavier tertegun sejenak, lalu menganggukkan kepalanya dan berkata, “Ya, benar. Luna adalah temanku, jadi sebaiknya kamu lepaskan dia
Sebelum Xavier menyelesaikan kalimatnya, dia kembali disela oleh Yoga.
“Dengan mempertimbangkan ayahmu, aku nggak akan menuntut pertanggung jawabanmu karena sudah berkata–kata kasar padaku tadi. Kamu bawa mereka pergi sekarang juga,” kata Yoga sambil
menunjuk Desi dan yang lainnya.
Xavier langsung marah besar. “Yoga, kamu….”
“Apa kamu nggak dengar Bos menyuruhmu untuk pergi sekarang juga?!”
Anak buah Yoga langsung menghampiri Xavier, lalu melayangkan pukulan keras ke bahu Xavier, sampai-
sampai pemuda itu merintih kesakitan.
Bulir–bulir keringat dingin mulai bercucuran ke sekujur tubuhnya.
Sesaat kemudian, di bawah tatapan ganas sekelompok anak buah Yoga, Xavier dan yang lainnya tampak berada di pintu taman logistik dengan ekspresi muram.
Sama seperti anggota yang dikirim oleh cabang tim tempur Kota Serambi ke sini, mereka juga diusir
oleh Yoga begitu saja.
Melihat lengan Xavier yang terkulai lemah, Ardika bisa menebak bahwa pemuda itu sudah diberi
pelajaran oleh anak buah Yoga.
Dia bertanya dengan penuh perhatian pada Jacky dan Desi, “Ayah, Ibu, orang itu nggak bertindak kasar
pada kalian, ‘kan?”
Jacky menggelengkan kepalanya.
Sementara itu, Desi memelototi Ardika dan berkata, “Apa hubungannya denganmu?! Kamu pasti senang melihat Xavier terluka, ‘kan?!”
“Demi menyelesaikan masalah yang kamu buat, Xavier baru menjadi seperti ini! Kamu benar–benar
pembawa sial!”
Desi melampiaskan amarahnya kepada Ardika.
“Kak, nggak perlu memedulikan dia dulu, sekarang kita harus memikirkan cara lain untuk
menyelamatkan Luna.”
Amanda berkata dengan ekspresi masam, “Yoga benar–benar arogan, dia bahkan menganggap remeh ayah Xavier.”
“Dia bersikeras mengatakan nggak akan melepaskan Luna. Kalau begitu, bagaimana kita bisa menyelamatkan Luna?”
“Ya, benar. Saat kita masuk ke dalam tadi, kita juga nggak melihat Luna, Bagaimana kondisinya sekarang? Apa yang harus kita lakukan kalau sudah terjadi sesuatu padanya….”
Desi sudah tidak sempat memarahi Ardika lagi, dia benar–benar panik setengah mati.
Sambil menutupi lengannya yang terasa sangat sakit, Xavier memendam kebencian yang mendalam terhadap Yoga.
Kejadian barusan benar–benar membuatnya sangat malu.
Sebelumnya, dia jelas–jelas sudah mengatakan bahwa menyelamatkan Luna adalah hal yang mudah.
Siapa sangka, Yoga si pria bajingan itu bahkan tidak mempertimbangkan ayahnya!
Tiba–tiba, dia mendengus dingin, lalu berkata dengan gigi terkatup. “Kalau benar–benar nggak ada cara lain lagi, aku akan meminta Paman Zulkifri untuk menggerakkan pasukan ke sini
“Nggak boleh!”
Orang pertama yang menentang saran Xavier adalah Doni yang dari tadi hanya diam saja.
“Xavier, kamu benar–benar sudah gila.”
Doni berkata dengan dingin, seakan–akan sedang menegur Xavier, “Bahkan ayahmu juga nggak punya wewenang untuk menggerakkan pasukan sesuka hati!”
“Ini adalah sesuatu hal yang melanggar aturan. Kalau dalam situasi biasa, mungkin masih bisa disembunyikan.”
“Tapi, saat seperti apa sekarang ini?”
“Ini adalah momen penting Kapten Thomas naik jabatan di tim tempur Provinsi Denpapan!”
“Saat seorang pemimpin baru naik jabatan, pasti akan sangat tegas. Kalau kamu bertindak gegabah di saat seperti ini, ayahmu akan tertimpa masalah besar!”
“Apak
kamu berniat untuk menghancurkan masa depan cerah ayahmu?!”
Dulu, Doni adalah anak buah Ferdi.
Keluarganya bergantung pada Keluarga Darma.
Jadi, hal yang paling penting baginya adalah melindungi kepentingan Keluarga Darma.
Melindungi kepentingan Keluarga Darma sama saja dengan melindungi kepentingan keluarganya
sendiri.
Adapun mengenal Luna, keponakannya, dia tidak peduli lagi.
“Paman Doni, maaf aku sudah gegabah….”
Api amarah Xavier seakan–akan redup setelah mendengar teguran Doni. RêAd lat𝙚St chapters at Novel(D)ra/ma.Org Only
Xavier tahu, semua yang dimilikinya saat ini berkat wewenang yang dimiliki oleh ayahnya.
Tanpa Ferdi, Xavier bukan apa–apa.
Jadi, walaupun Luna sangat penting baginya, tetap saja masa depan ayahnya lebih penting dari wanita
itu.
Saat ini, Xavier sudah berencana untuk menyerah.