Bab 52
Bab 52
Bab 52
Oliver melirik Samantha sebentar.
“Hei, siapa yang memberimu kepercayaan diri, sehingga kamu bilang diri sendiri lebih cantik ribuan kali lipat dari Samaraku?”
“Kamu—-
“Apakah saya salah bicara?” Oliver mengernyitkan alis, dengan nada suara yang merendah: “Sudah bukan anak kecil, tapi masih tidak tahu diri.”
“Saya tidak tahu diri?” Samantha berjongkok, mengunci bahu Oliver: “Saya adalah ibu kandungmu dan Olivia, seberapa bencinya kalian padaku, kenyataan ini tidak akan berubah! Cepat atau lambat saya akan pindah ke sini, dan secara resmi menjadi ibu kalian!” Exclusive © content by N(ô)ve/l/Drama.Org.
Jika mereka bukan darah daging Asta, tempat mereka berada sekarang adalah di kuburan menemani Samara.
Mereka adalah bidak penting baginya untuk bisa menjadi bagian dari keluarga Costan.
Dia harus meraih kesempatan ini dengan baik, mereka tidak boleh curiga sedikitpun padanya.
“Itu kan cuma omonganmu, saya dan Olivia tidak pernah mengaku.” Oliver menaikkan alis, suaranya arogan dan dingin.
“Oliver, kamu—”
“Ayah, mengapa kamu kemari? Oliver berseru memandang ke belakang Samantha.
Samantha kaget dan melonggarkan pegangan di bahu Oliver, menegakkan badan dan tersenyum
lembut.
Dia berpaling menemukan tidak ada siapapun dibelakangnya, baru menyadari dia sudah dibohongi oleh Oliver si anak bandel ini.
“Kamu!”
“Dengan kecerdasanmu yang cuma segini ingin menikahi ayahku?” Oliver menekan pipi kanan membuat ekspresi mengejek: “Mimpi?”
Oliver malas menanggapinya, menggandeng tangan kecil Olivia
**Ayo Olivis, kita pergi.”
Olivia juga tidak menyukai Samantha, dengan patuh mengikuti di belakang Oliver memasuki patio, meninggalkan Samantha yang kesal.
Memandangi punggung sosok si kembar, wajah cantiknya berkerut kesal.
“Orang rendahan!”
Ibu kandung mereka adalah Samara.
Lalu sekarang, mereka begitu patuh dan baik dihadapan seorang wanita jelek yang bernama Samara.
Nama Samara Wijaya menghantui hidupnya seperti arwah gentayangan.
“Namanya Samara, ya? Kubuat kamu menyesal karena memakai nama ini!
Grup Costan.
Asta berdiri di depan jendela besar, memandang ke pemandangan jalanan Kota Metro yang padat dan ramai, sorot matanya menggelap.
“Tok Tok…”
Setelah Wilson mengetuk pintu belasan kali, Asta baru tersadar.
“Masuk.”
Wilson meletakkan dokumen dari berbagai departemen yang harus ditandatangani oleh Asta, dan memberi laporan singkat tentang pekerjaan.
Sorot mata Asia kelam, ekspresi wajahnya kaku dan tegang, saat mendengarkan laporan, tidak terlalu fokus seperti biasanya.
Keuka Wilson selesai memberikan laporan, Asta tidak bertanya tentang pekerjaan, sebaliknya membuka mulut bertanya.
– Wilson, Tolong cari informasi tentang Samantha dan keluarga Wijaya.”
Tuan, bukannya sudah pernah mencari tahu?”
“Informasi itu hanyalah permukaan saja.” kedua tangan Asta menopang dagu, soroi matanya penuh anti: “Saya tidak ingin tahu tentang Samantha, yang ingin saya ketahui adalah rahasia kluarga Wijaya, misalnya…”
Selain Samanth, pakableru Wijaya memiliki seorang anak perempuan lain yang sebaya பசnsamantha
Wilson tidak lalu tujuan Asta ingin dia melacak hal ini, tapi dia tahu pasti ada alasan mengapa Asia berkata begitu
“Tuan, saya akan mengutus orang untuk melacaknya.”
“Ya.”
Seperti teringat sesuatu, Asta mengingatkan.
“Saat melakukan pelacakan, jangan terlalu gembar-gembor, jangan sampai pihak lawan bersikap waspada.”
“Baik—”
Setelah Wilson pergi, ujung jari Asta mengetuk-ngetuk permukaan meja, sorot matanya berbinar-binar.
Dia mengingatkan Wilson untuk tidak membuat pihak lawan waspada, takut mengagetkan pihak Samara.
Wanita ini diam-diam menghanyutkan.
Wajahnya palsu, yang disembunyikan orang wanita itu dengan rapat.
Seseorang jika bersembunyi terlalu rapat, pastilah pernah terluka sangat dalam, tidak ingin dilukai lagi oleh siapapun.
Tetapi semakin dia berbuat demikian, Asta semakin merasa iba padanya.
Dia tidak ingin memaksa Samara mengaku, juga tidak ingin memaksanya membuka Samarannya, Asia bersedia menunggu hari dimana dia sendiri yang melepaskan baju zirahnya yang dingin.
Samara bekerja di Unit Kejahatan Berat, sedang melakukan autopsi jenazah di meja bedah.
-Kematian bukan disebabkan oleh luka di bagian perut, melainkan luka di bagian kepala.”
luka di bagian kepala disebabkan oleh paku, terdapat 3 buah paku besi yang tentancap di bagian kepala, paku-paku ini nanti dikirim ke bagaian Forensik untuk diuji.”
Luas memberikan alat kepada Samara, Jane bertanggung jawab untuk mengambil gambar dan
Siela autop i , Samara berjalan keluar dan hmmar autopsi, dan ketika berjalan masuk ke kantor lorensik, dia bertemu dengan seorang pria lua yang berseragam.
Jane langsung berveru memanggil: “kakek—”
Pria tua itu adalah Oscar, perwira tinggi di Unit Kejahatan Berat.
Jane penasaran kedatangan kakeknya yang mendadak, Lucas yang tidak pernah bertemu dengan polisi senior berpangkat tinggi, langsung merasa gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
Sebaliknya Samara seperti bertemu dengan teman lama, menaikkan alisnya: “Pak Tua Oscar, Mengapa datang kesini?
Orar meneliti wajah Samara, berseru kaget: “Samara, wajahmu… mengapa jadi begini?”