Bab 722
Bab 722
Sebenarnya, kondisi William juga tidak bisa dikatakan membaik. Setelah Selena dilarikan ke rumah sakit semalam dalam kondisi gawat darurat, Kakek benar–benar marah sampal langsung jatuh sakit.
Harvey dan Jesika awalnya ingin langsung membawa Kakek pergi, tetapi William melarang mereka dengan keras. Para pengawal juga tidak mengizinkan mereka untuk pergi.
Begitu William pingsan, dokter pun segera menyelamatkannya. Setelah itu, dla langsung dihukum berlutut hingga saat ini.
Dia masih bersikap pongah dan sombong kemarin malam, tetapi setelah dihukum berlutut sepanjang malam, William merasa lebih baik dia mati saja.
Lututnya sudah kebas, luka di kepalanya juga hanya diobati ala kadarnya. William merasa sekujur tubuhnya jadi mata rasa.
Dia merasa lelah, lapar dan mengantuk, tetapi tidak berani mengubah posisi berlututnya. Ada satu momen dia merasa terlalu mengantuk sehingga tubuhnya oleng dan tertusuk kaca. Rasanya sangat
menyakitkan.
William yang kondisi fisiknya mulai lemah pun menyadari Harvey yang berjalan menghampirinya. Sorot tatapan Harvey terlihat begitu dingin menusuk.
William menjilat bibirnya yang terasa kering, lalu bertanya, “Mau apa lagi kamu? Aku sudah berlutut
semalaman.”
“Kamu punya hubungan apa dengan Datura?” tanya Harvey dengan dingin.
“Datura itu siapa? Aku nggak kenal” jawab William dengan ketus.
William sama sekali tidak merasa takut pada Harvey, mungkin karena Harvey selalu mengabaikan. William setiap kali William membuat masalah.
Sayangnya, William lupa bahwa Selena adalah batas kesabaran Harvey.
Setelah William menjawab seperti itu, tiba–tiba Harvey menjambak rambut William yang sudah lepek oleh darah pula dan menekan kepalanya dengan kuat.
Di atas lantai masih ada sisa–sisa pecahan kaca yang belum dibersihkan. Begitu melihat betapa kejamnya Harvey, Jesika sontak menjerit sambil menutup mulutnya.
Bunyi hantaman yang kencang pun terdengar. William sontak merasa seperti berada di jurang kematian.
+16 BONUS
Kepalanya langsung terasa sakit, matanya tampak berkunang–kunang dan telinganya terasa berdengung. Dia seolah bisa melihat akhir hidupnya saat ini juga.
Setelah tersadar dari keterkejutannya, Jesika langsung berlari menghampiri dan mengomel, “Harvey! Kamu sudah gila, ya? Bisa–bisanya kamu memperlakukan adikmu begini!”
Harvey balas menatap Jesika dengan mata yang menyalang marah, membuat punggung Jesika sontak
berkeringat dingin.
“Pergi sana.” NôvelDrama.Org owns © this.
Jesika sontak merasa ketakutan, tetapi dia lebih takut lagi akan ada korban jiwa. Jadi, dia
mengumpulkan segenap keberaniannya dan berusaha melepaskan cengkeraman Harvey pada kepala
William.
Saking kerasnya berusaha, kuku jari tangan Jesika yang dirawat dengan baik agar tampak panjang dan
tajam itu pun mencakar punggung tangan Harvey hingga berdarah.
Akan tetapi, Harvey sama sekali tidak merasakan kesakitan. Sebaliknya, dia justru merasa Jesika terlalu berisik dan mengganggunya. Harvey pun menepiskan tangan Jesika dengan kasar.
Harvey memang tidak bermaksud melukai Jesika, tetapi tentu saja Jesika tidak kuat menahan tenaga
Harvey. Jesika pun sontak terjatuh.
“Jesika!”
Naufan tidak keburu menangkap tubuh Jesika, jadi istrinya itu langsung terjatuh ke atas pecahan kaca.
Telapak tangannya pun tertusuk. Jesika sontak menjerit kesakitan.
Begitu melihat tangan Jesika yang terluka, hati Naufan ikut terasa sakit. Dia segera memerintahkan,”
Dokter, cepat obati luka istriku!”
“Tolong, tolong selamatkan anak kita!” pinta Jesika.
Harvey benar–benar tidak memedulikan mereka. Harvey pun mengerahkan tenaganya untuk
mengangkat William yang tingginya sekitar 1,8 meter lebih hanya dengan satu tangan.
Darah tampak mengalir turun dari dahi William yang tergores ke hidungnya.
“Aku bukan orang yang sabar, jadi kuberi kamu kesempatan terakhir untuk menjawab. Apa hubunganmu
dengan Datura?”
“Aku benar–benar nggak kenal dengan yang namanya Datura,” Jawab William dengan suara yang
+ 15 BONUS
terdengar sangat lemah.
“Oke, kalau gitu, kuganti pertanyaannya. Kok kamu bisa tahu aku akan mati gara–gara ledakan itu? Slapa yang memberitahumu?
William tidak memberikan jawaban. Harvey mendengkus dengan dingin, lalu hendak menghantamkan.
kepala William lagi dengan kencang.